KONSEPSI DAN SYARAT
NADZIR
Makalah
ini untuk memenuhi tugas Fiqh Wakaf
Dosen
Pengampu
Saiful
Bahri

Disusun
oleh:
Mar’atus
Sholikhah (2824133071)
Muhamad Saropi (2824133081)
Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam
Ekonomi Syari’ah III-C
Institut Agama Islam
Negeri( IAIN)
Tulungagung
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan makalah ini tanpa ada
halangan apapun.
Penyusunan makalah ini adalah sebagai tugas Mata
Kuliah ”Fiqh Wakaf”. Adapun tema yang diambil untuk penyusunan makalah ini
yaitu tentang Konsepsi dan Syarat Nadzir. Dengan
terselesainya penyusunan makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi
pembaca pada umumnya dan bagi kami selaku penulis pada khususnya.
Ucapan terimakasih tak lupa kami ucapkan pada dosen pengampu
mata Fiqh Wakaf yang selama ini telah
meluangkan waktunya untuk memberikan materi kepada kami dan semoga apa yang
telah diberikan dapat bermanfaat. Amin.
Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah
berikutnya.
Tulungagung,
20 Oktober 2014
Penyusun,
Kelompok 5
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........
Kata Pengantar .... i
Daftar Isi .... ii
BAB I Pendahuluan..................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C.
Tujuan................................................................................................................ 1
BAB II Pembahasan..................................................................................................... 2
1.
Pengertian
Nadzir............................................................................................... 2
2.
Syarat-syarat
Nadzir........................................................................................... 2
3.
Nadzir dalam
perspektif fiqh.............................................................................. 3
4.
Tanggung jawab
nadzir....................................................................................... 4
5.
Sistem
manajemen kenadziran............................................................................ 5
6.
Pemberhentian
nadzir.......................................................................................... 6
BAB III Penutup...................................................................................................... .... 8
A.
Kesimpulan................................................................................................... .... 8
Daftar Pustaka .... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pewakaf) untuk
memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya serta dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dalam rangka
menumbuh kembangkan harta wakaf agar lebih produktif dan berdayaguna maka,
diperlukan para pengelola atau penanggungjawab harta wakaf yang amanah, jujur,
adil, memiliki etos kerja yang tinggi dan tentunya profesional. sesuai dengan
bidang dan kemampuan masing-masing
Pada kenyataanya
wakaf yang sekarang ini ada di Indonesia belum mampu menanggulangi permasalahan
umat terutama dibidang sosial dan ekonomi. Hal ini disebabkan antara lain
kerena sumber daya manusia (SDM) dari Nazhir wakaf yang belum profesional atau
belum memadai.
Untuk itu perlulah
kiranya adanya pembinaan dalam rangka peningkatan profesionalisme kinerja
Nazhir wakaf di Indonesia, sehingga harta benda wakaf beserta lembaganya dapat
dipelihara, diamankan serta dikembangkan.
B. Rumusan masalah
- Bagaimana sistem kenadziran di Indonesia ?
- Sarana apa yang diperlukan untuk pengembangan SDM bagi nadzir ?
- Bagaimana seorang nadzir bertanggung jawab atas tugasnya ?
- Hal-hal apa saja yang mendasari pemberhentian nadzir ?
C. Tujuan
- Mengetahui system kenadziran.
- Menjelaskan berbagai sarana yang digunakan untuk pengembangan SDM bagi nadzir.
- Nadzir dalam perspektif fiqh.
- Tanggung jawab seorang nadzir dalam perwakafan.
- Merinci hal-hal yang menyebabkan nadzir diberhentikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Nadzir
Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab
nadzara-yandzuru-nadzaran yang
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Adanya nadzir memiliki kedudukan penting dalam perwakafan, yaitu nadzir bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. Meskipun demikian, bukan berarti nazdir mrmpunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya.
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Adanya nadzir memiliki kedudukan penting dalam perwakafan, yaitu nadzir bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. Meskipun demikian, bukan berarti nazdir mrmpunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya.
Pada umumnya, para ulama bersepakat bahwa kekuasaan nadzir
hanya terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
wakaf yang dikehendaki wakif. Sebagai pengawas harta wakaf, nadzir dapat
mempekerjakan beberapa wakil untuk menyelenggarakan urusan yang berkenaan
dengan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu, nazir dapat berupa perorangan,
organisasi maupun badan hukum.[1]
2.
Syarat-syarat
Nadzir
Pada dasarnya, siapapun
dapt menjadi nadzir sepanjang ia bisa melakukan yindakan hukum. Namun, Karena
tugas nadzir menyangkut harta benda yang manfaatnya untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat, tentunya jabatan nadzir diberikan pada pihak yang
mampu menjalankan tugas tersebut. Adapun nadzir yang perorangan menurut
ketentuan pasal 219 Kompilasi hukum Islam harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
Ø Beragama Islam.
Ø Warga Negara Indonesia.
Ø Baligh.
Ø Sehat jasmani dan rohani.
Ø Tidak berada di bawah pengampunan.
Ø Bertempat tinggal di kecamatan tempat
letak benda yang diwakafkannya.[2]
Kemudian jika nadzir
dalam bentuk badan hukum, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Ø Badan hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia.
Ø Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat
letak benda yang diwakafkan.
Berdasarkan uraian di
atas, baik nadzir perorangan maupun badan hukum, harus didaftarkan pada Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis
Ulama kecamatan untuk mendapat pengesahan. Sebelum melaksanakan tugas, nadzir
harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
disaksikan sekurang-kurangnya 2 orang saksi. Mengenai jumlah nadzir yang
diperbolehkan untuk satu unut perwakafan yaitu terdiri atas 3 (tiga) orang dan
sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang.
Tugas- tugas nadzir
antara lain mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan
hasilnya, yaitu meliputi Pengelolaan dan Pemeliharaan harta wakaf serta
meningkatkan hasil wakaf, membuat laporan secara berkala atas semua yang
menjadi tanggung jawabnya. Dalam
menjalankan tugasnya nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang
jumlanya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan
dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.
3.
Nadzir
dalam perspektif fiqh
Para fuqaha tidak
mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, hal ini mungkin
karena mereka berpendapat bahwa wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang
bersifat sunnah saja). Di samping itu, para Imam Madzhab sepakat bahwa
pentingnya nadzir memiliki syarat adil dan mampu. Adil dalam hal ini maksudnya
mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi larangan yang bertentangan dengan
syariat Islam, sedangkan “mampu” memiliki arti kemampuan seseorang dalam
menjaga dan mengelola harta wakaf. Dalam hal kemampuan ini dituntut sifat
taklif, yakni dewasa dan berakal.[3]
Adapun persyaratan nadzir yang lain, adalah sebagai berikut:
1)
Syarat
moral
·
Paham
tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syari’ah maupun
perundang-undangan.
·
Jujur,
amanah, dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan dan
pentasharrufkan kepada sasaran wakaf.
·
Tahan
godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha.
·
Punya
kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.
2)
Syarat
manajemen
·
Mempunyai
kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.
·
Visioner
·
Mempunyai
kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial, dan pemberdayaan.
·
Professional
dalam bidang pengelolaan harta.
·
Ada
masa bakti nadzir.
·
Memiliki
program kerja yang keras.
3)
Syarat
bisnis
·
Mempunyai
keinginan.
·
Mempunyai
pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan.
·
Punya
ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya entrepreneur.
Dari sinilah
masalahnya, sebagai nadzir harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan
di atas, sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mengelola
wakaf dengan maksimal dan optimal. Untuk itu, dalam persoalan nadzir ini ada
beberapa istilah yang harus dirubah paradigmanya, yaitu dari pengelolaan yang
bersifat konsumtif menuju pengelolaan yang bersifat produktif.[4]
4.
Tanggung
jawab Nadzir
Tugas nazhir adalah
melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, mengawasi
dan melindungi harta benda wakaf, melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan
Wakaf Indonesia. Dalam melaksanakan tugas tersebut, nazhir dapat menerima
imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).[5]
Jika dalam menjalankan
tugasnya mengurus dan mengelola harta benda wakaf nadzir mendapat musibah
diluar kuasanya, maka nazhir tidak wajib memberikan ganti rugi. Dan jika harta
wakaf tersebut hilang atau rusak dan bukan disebabkan kelalaian atau
keteledoran maka tidak wajib mengganti harta atau barang wakaf tersebut. Disisi
lain, nadzir wajib mengganti rugi harta benda wakaf apabila :
Ø Kelalaian
dan keteledoran nazhir dalam menjaga harta wakaf.
Ø Nazhir
menggunakan harta wakaf yang berada dalam kekuasaannya untuk kepentingan
pribadi.
Ø Jika
nazhir meninggal dan tanpa mengetahui jumlah harta wakaf yang dikelolanya.[6]
5.
Sistem
Manajemen Kenadziran
Dalam pengembangan
wakaf di Indonesia yang menjadi permasalahan mengenai nadzir yaitu keberadaan
nadzir yang masih tradisional, ketradisionalan nadzir ini dipengaruhi oleh :
Ø Masih
kuatnya paham mayoritas umat Islam yang masih stagnasi terhadap persoalan
wakaf, mereka lebih mementingan aspek keabadian benda wakaf dan mengesampingkan
aspek kemanfatannya. Sehingga banyak harta benda wakaf yang kurang memberi
manfaat bagi masyarakat.
Ø Rendahnya
kualitas SDM nadzir wakaf.
Ø Masihlemahnya
kemauan para nadzir wakaf. Banyak nadzir yang kurang memiliki semangat
pemberdayaan harta wakaf untuk kesejahteraan umat.[7]
Pengelolaan harta wakaf membutuhkan
nadzir yang mempunyai kemampuan yang memadai, sehingga harta wakaf dapat
berfungsi secara maksimal. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi ukurang
yang penting dalam pengelolaan wakaf.
Untuk itu dalam meningkatkan kemampuan nadzir diperlukan system
manajemen SDM yang bertujuan untuk :
Ø Meningkatkan
dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan para nadzir .
Ø Membentuk
sikap dan perilaku nadzir sesuai dengan posisi yang seharusnya, yaitu pemegang
amanat umat Islam yang mempercayakan harta benda wakaf untuk dikelola secara
baik dan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Ø Mengajak
para nadzir untuk memahami tata cara dan pola pengelolaan yang lebih
berorientasi pada kepentingan pelaksanaan syariat Islam.[8]
Untuk
mengembangkan SDM nadzir tersebut diperlukan upaya pembinaan agar mereka dapat
melaksanakan tugas-tugas kenadziran secara produktif dan berkualitas. Upaya
pembinaan tersebut melalui :
a) Pendidikan
Formal, yaitu melalui sekolah-sekolah umum, kejuruan, bahkan perguruan tinggi
sekaligus. Melihat dari kondisi saat ini, secara kuantitatif banyak sekolah dan
perguruan tinggi yang membuka dan mengelola SDM mengarah pada manajemen
pengelolaan wakaf. Namun, untuk menciptakan SDM kenadziran yang handal,
pemerintah dan juga lembaga-lembaga pendidkan, khususnya lembaga pendidikan
Islam harus memulai pembenahan kembali system pendidkan yang diterapkan selama
ini.
b) Pendidikan
non formal, yaitu melalui kursus-kursus atau pelatihan SDM kenadziran, baik
yang terkait dengan manajerial organisasi, atau meningkatkan keterampilan dalam
bidang profesi seperti teknik pengelolaan pertanian, teknik perbankan, mupun
pemasaran.
c) Pendidikan
informal, berupa latihan-latihan dan kaderisasi langsung di tempat-tempat
pengelolaan benda wakaf.
d) Pembinaan
fisik. Kesehatan nadzir tidak kalah penting untuk diperhatikan. Seorang nadzir
harus memiliki tubuh yang sehat , sehingga dengan kondisi tersebut yang
bersangkutan dapat menjalankan tugas dengan baik.
e) Pembinaan
Mental. Spirit kerja harus terus-menerus dibina agar para pemegang amanah
perwakafan bersemangat dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu perlu juga
pembinaan budi pekerti (akhlak) melalui berbagai kesempatan seperti
ceamah-ceramah agama.[9]
6.
Pemberhentian
Nadzir
Dalam Kompilasi Hukum
Islam tidak ditentukan masa jabatan nadzir, tetapi dalam keadaan tertentu
nadzir dapat diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang
bersangktan. Ketentuan Pasal 221 Kompilasi Hukum Islam menentukan:
1) Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan karena:
a) Meninggal dunia.
b) Atas permohonan sendiri.
c) Tidak melakukan kewajibannya lagi
sebagai nadzir.
d) Melakukan suatu kejahatan sehingga
dipidana.
2) Bilamana terdapat lowongan jabatan
nadzir, karena salah satu alasan di atas, maka penggantinya diangkat oleh
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan
camat setempat.
Seorang nadzir yang
telah berhenti tidak dengan sendirinya diganti oleh salah seorang ahli
warisnya.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa nadzir merupakan pihak yang bertugas mengurus dan
mengelola harta benda wakaf. Adanya nadzir sangat penting dalam perwakafan,
yaitu nadzir bertindak atas harta wakaf, baik
untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang
yang berhak menerimanya. Nadzir dapat berupa perorangan maupun badan hukum.
Adapun syarat-syarat nadzir perorangan yaitu beragama
Islam, warga negara Indonesia, baligh, sehat jasmani dan rohani., tidak berada
di bawah pengampunan, bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya. Sedangankan syarat nadzir yang berupa badan hukum meliputi badan
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, mempunyai perwakilan di
kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan.
Para fuqaha tidak
mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, hal ini mungkin
karena mereka berpendapat bahwa wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang
bersifat sunnah saja). Di samping itu, para Imam Madzhab sepakat bahwa
pentingnya nadzir memiliki syarat adil dan mampu. Adil dalam hal ini maksudnya
mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi larangan yang bertentangan dengan
syariat Islam, sedangkan “mampu” memiliki arti kemampuan seseorang dalam
menjaga dan mengelola harta wakaf. Syarat-syarat lain adalah meliputi syarat
moral, syarat manajemen, dan syarat bisnis.
Dalam hal ini nadzir
memiliki tanggungjawab atas benda wakaf, Jika dalam menjalankan tugasnya
mengurus dan mengelola harta benda wakaf nadzir mendapat musibah diluar
kuasanya, maka nazhir
tidak wajib memberikan ganti rugi. Dan jika harta wakaf tersebut hilang atau
rusak dan bukan disebabkan kelalaian atau keteledoran maka tidak wajib
mengganti harta atau barang wakaf tersebut.
Pengelolaan harta wakaf
membutuhkan nadzir yang mempunyai kemampuan yang memadai, sehingga harta wakaf
dapat berfungsi secara maksimal. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi
ukurang yang penting dalam pengelolaan wakaf.
Untuk itu dalam meningkatkan kemampuan nadzir diperlukan system
manajemen SDM. Pengembangan SDM tersebut dapat melalui pendidikan formal,
pendidikan non formal. Pendidikan informal, pembinaan fisik dan mental.
Mengenai pemberhentian
nadzir, nadzir dapat diberhentikan jika meninggal dunia, atas permohonan
sendiri, tidak melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir, melakukan suatu
kejahatan sehingga dipidana.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2007. Fiqh Wakaf. Direktorat
Pemberdayaan Wakaf :Direktorat Jenderal Bimbingan Masyaratkat Islam Departemen
Agama RI.
Anonym. 2007. Paradigma Baru Wakaf di
Indonesia. Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama.
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Pengantar
Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Cet. 1. Jakarta : Gema
Insani Press.
Andriani,
Nurmalia. Nadzir dan Pengawasan Harta Wakaf. Sumber http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/04/nadzir-dan-pengawasan-harta-wakaf.html , di akses
18 Oktober 2014, 11:15.
Djunaidi,
Ahmad, Thobieb Al-Asyhar. 2007. Menuju Era Wakaf Produktfi. Tanpa Kota
Penerbit : Tanpa Penerbit.
Usman,
Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan di Indonesia. Ed.1. Jakarta : Sinar
Grafika.
[1] Anonym, Fiqh Wakaf,
(Direktorat Pemberdayaan Wakaf :Direktorat Jenderal Bimbingan Masyaratkat Islam
Departemen Agama RI, 2007), h. 69.
[2] Abdul Gani Abdullah, Pengantar
Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Cet. 1,( Jakarta : Gema
Insani Press, 1994), h. 143.
[3] Rachmadi Usman, Hukum
Perwakafan di Indonesia, Ed. 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 134.
[4] Anonym, Paradigma
Baru Wakaf di Indonesia, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, 2007), h. 53.
[5] Racmadi Usman, Hukum
Perwakafan di Indonesia, h. 137.
[6]
Nurmalia Andriani, Nadzir dan Pengawasan Harta Wakaf, http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/04/nadzir-dan-pengawasan-harta-wakaf.html , di akses
18 Oktober 2014, 11:15.
[7] Ahmad Djunaidi,
Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produkti, (Tanpa Kota Penerbit :
Tanpa Penerbit, 2007), h. 52.
[8] Anonym, Paradigma
Baru Wakaf di Indonesia, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, 2007), h. 116-118.
[9] Ibid., h.
118-122.
[10] Abdul Gani Abdullah, Pengantar
Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Cet. 1, h. 144.
Harrah's Resort Atlantic City - JTHub
BalasHapusHarrah's Resort Atlantic City tickets & 하남 출장샵 event 경상북도 출장마사지 schedules. 출장샵 Find details for Harrah's 세종특별자치 출장안마 Resort Atlantic City in Atlantic City, NJ, including venue info 하남 출장안마 & seating