Minggu, 31 Mei 2015

Syarat dan Rukun Wakif



MAKALAH
SYARAT DAN RUKUN WAKAF: WAKIF
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqh Wakaf
Dosen Pengampu :
Sayaiful Bahri, M.H.I

IAIN TULUNGAGUNG
Disusun oleh:
Kelompok 2
1.       Intan Pratiwi Yuliawati        ( 2824133050 )
2.       Luthfi Wahidatun Nisa’       ( 2824133065 )

EKONOMI SYARIAH 3C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah dengan judul “Syarat dan Rukun Wakaf: Wakif” ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan kebenaran.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah  Fiqh Wakaf. Informasi yang disajikan dalam makalah ini diperoleh dari berbagai sumber, dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca khususnya tentang Syarat dan Rukun Wakaf: Wakif.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Syaiful Bahri, MH.I selaku Dosen pengampu mata kuliah Fiqh Wakaf.
2.      Teman-teman Ekonomi Syariah 3C.
3.      Semua pihak yang membantu hingga terselesainya penulisan makalah ini.
           Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan maupun kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan guna perbaikan kualitas dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 27 September 2014



Penulis
DAFTAR ISI

COVER     .................................................................................................. 0
KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI............................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 3
                   A. Latar Belakang..................................................................... 3
                   B. Rumusan Masalah................................................................ 4
                   C. Tujuan Pembahasan.............................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 5
A.    Syarat dan Rukun Wakaf.................................................... 5
B.     Syarat Wakif........................................................................ 5           
C.     Faktor Pengaruh Tingkat Kesadaran Wakaf....................... 8
D.    Upaya Menumbuhkan Kesadaran Wakaf........................... 10
BAB III PENUTUP.................................................................................... 12
A.    Kesimpulan......................................................................... 13
B.     Saran................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Wakaf merupakan salah satu ibadah sosial yang dilakukan umat Islam yang memiliki manfaat untuk kepentingan umum. Pengertian wakaf di Indonesia berdasarkan mazhab Imam Maliki. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 215 angka 1 Kompilasi Hukum Islam[1], wakaf adalah perbuatan hukum sesorang atau atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama. Wakaf berfungsi untuk mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf yakni untuk kepentingan umum.
      Wakaf mempunyai syarat dan rukun tertentu yang harus dipenuhi agar bisa dilaksanakan. Dan salah satu syarat dan rukun wakaf adalah adanya wakif atau orang yang melakukan wakaf. Wakif merupakan subyek wakaf, bisa merupakan orang ataupun sekumpulan orang atau badan hukum. Wakif sendiri juga harus memenuhi persyaratan tertentu yang harus terpenuhi. Pada pembahasan ini kami akan menguraikan syarat menjadi wakif, agar masyarakat semakin mengerti dan tahu bahwa mereka pada umumnya telah memenuhi syarat menjadi wakif, sehingga dapat menunaikan wakaf demi kepentingan umat.
      Namun, dewasa ini kesadaran wakaf masyarakat Indonesia masih rendah. Belum banyak masyarakat yang mengetahui tentang pentingnya wakaf di Indonesia. Padahal potensi wakaf Indonesia cukup besar. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Untuk itu, dalam makalah ini juga akan dibahas mengenai faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia serta upaya atau cara yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf bagi masyarakat Indonesia yang telah mampu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana syarat dan rukun wakaf ?
2.      Bagaimana syarat wakif ?
3.      Apa faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia ?
4.      Bagamana upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berwakaf ?

C.    Tujuan Pembahasan
      Pembahasan makalah ini bertujuan untuk mengetahui syarat-syarat menjadi seorang wakif dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingkat kesadaran berwakaf masyarakat Indonesia masih rendah. Serta untuk mengkaji cara atau upaya apa yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf bagi masyarakat yang telah mampu. Karena seperti yang diketahui wakaf  banyak sekali manfaatnya untuk kepentingan umum apabila diberdayakan dengan baik dan produktif sesuai tujuannya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Syarat dan Rukun Wakaf
      Sesuai dengan fiqh Islam, maka dalam perspektif Kompilasi Hukum untuk adanya wakaf harus dipenuhi 4 unsur (rukun), yaitu :[2]
1.      Adanya orang yang berwakaf (wakif) sebagai subjek wakaf.
2.      Adanya benda yang diwakafkan (mauquf).
3.      Adanya penerima wakaf (sebagai subjek wakaf) (nadzir).
4.      Adanya akad atau lafadz atau pernyataan penyerahan wakaf dari tangan wakif kepada orang atau tempat berwakaf (si mauquf alaihi).
      Pengaturan unsur-unsur (rukun) dan syarat-syarat wakaf tersebut dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 217 sampai Pasal 222 Kompilasi Hukum Islam.
      Ketentuan dalam Pasal 217 angka 2 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa yang menjadi subjek wakaf atau wakif itu bisa:
§  Orang
§  Orang-orang/sekumpulan orang
§  Badan Hukum
      Sedangkan menurut mazhab Hanafiyah rukun wakaf hanya satu yaitu sighat. Rukun merupakan bagian dari pekerjaan sementara syarat adalah diluar bagian dari pekerjaan. Sehingga menurut mazhab Hanafiyah yang termasuk rukun wakaf hanya sighat karena sighat merupakan bagian dari pekerjaan.

B.     Syarat Wakif
      Orang yang berwakaf (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan hukum di sini meliputi empat kriteria, yaitu:[3]
a.       Merdeka dan Mempunyai Kepemilikan Sempurna
            Hak milik dibagi menjadi dua yaitu kepemilikan sempurna dan kepemilikan tidak sempurna. Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Namun, dalam mazhab Hanafiyah mewakafkan harta yang digadaikan hukumnya  boleh.
b.      Berakal sehat
            Akal merupakan ciri kedewasaan seseorang jika dilihat dari segi mental atau dalam islam disebut dengan mukallaf /dewasa atau orang yang sudah dapat dikenai hukum (menjadi subyek hukum).
            Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz, dan tidak cakap melakukan akad serta tindakan lainnya.
c.       Dewasa (Baligh)
            Baligh merupakan ciri kedewasaan seseorang secara fisiologis. Dalam islam disebut dengan maukuf, dan ditandai dengan umur. Jika perempuan 9 tahun dan laki-laki 15 tahun, merupakan batas minimal dalam melakukan ibadah. Baligh disertai dengan ahliyah (kecakapan). Ahliyah ini dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Wujub/Pasif
a.       Tidak Sempurna
Yaitu saat manusia hanya dapat menerima hak saja. Contohnya adalah saat masih janin. Hak yang dapat diterima antara lain: hak waris, nama, dan nasab syarat lahir.
b.      Sempurna
Yaitu saat manusia dapat menerima hak dan melakukan kewajiban semampunya. Contohnya adalah saat manusia lahir sampai tamyiz atau kisaran usia 0-7 tahun.
2.      Ada’/Aktif
a.       Tidak Sempurna
Saat masa tamyiz sampai dengan baligh, atau kisaran usia 7-10 tahun. Pada fase ini manusia sudah dapat melakukan ibadah muamalah, tidah hanya ibadah ritual. Namun, dalam bermuamalah jika menguntungkan/merugikan harus disertai ijin dari wali. Jika mendatangkan manfaat tidak perlu ijin dari wali, dan jika mendatangkan kerugian tidak boleh dilakukan.
b.      Sempurna
Yaitu saat manusia dalam fase baligh sampai meninggal. Dimana manusia harus melakukan kewajibannya secara penuh dan memperoleh haknya secara sempurna.
            Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baligh), hukummnya tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d.      Tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai) atau harus rasyid
            Orang yang berada dibawah pengampunan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan (tabarru’), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.

     Namun ada kalanya seseorang yang mewakafkan hartanya, tetapi wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya dikaitkan dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan dengan masalah ini:[4]
a.)    Orang yang mempunyai hutang, maka hukum wakafnya ada tiga macam :
§  Jika ia berada dibawah pengampunan karena hutang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya, sedang hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada kerelaan krediturnya.
§  Jika ia berada dibawah pengampunan karena hutang, dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika sedang menderita sakit parah, maka hukum wakafnya seperti hukum wakaf orang yang dibawah pengampunan karena hutang, yakni wakafnya sah tetapi pelaaksanaannya tergantung kerelaan para kreditur.
§  Jika dia dibawah pengampunan karena hutang dan mewakafkan seluruh atau sebagian hartanya ketika dalam keadaan sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan, baik hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki atau hanya sebagian saja.
b.)    Apabila wakif mewakafkan hartanya ketika sakit parah. Jika ketika mewakafkan harta tersebut dia masih cakap untuk melakukan perbuatan baik, maka wakafnya tetap sah. Tetapi jika kemudian si wakif  meninggal karena penyakit yang di derita tersebut, maka hukum wakafnya sebagai berikut :[5]
§  Jika ia meninggal sebagai debitur, maka hukum wakafnya seperti yang telah diuraikan dalam poin (a) di atas.
§  Jika dia meninggal tidak sebagai debitur, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia sedang sakit seperti hukumnya wasiat. Yakni jika yang diberi wakaf bukan ahli warisnya dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3 bagian hartanya, maka wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya saja, sedangkan selebihnya tergantung pada kerelaan ahli waris.
Jika yang diberi wakaf adalah ahli warisnya, maka pelaksanaan wakafnya tergantung pada kerelaan ahli waris lainnya yang tidak menerima wakaf, baik wakafnya kurang dari sepertiga atau lebih dari harta yang ditinggalkan.

C.    Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wakaf Masyarakat Indonesia
      Tingkat kesadaran untuk berwakaf bagi masyarakat Indonesia masih rendah, padahal potensi wakaf  Indonesia dinilai cukup besar. Tentu hal ini didasari dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1.      Faktor Internal
a.       Kurangnya rasa kepedulian sosial
      Salah satu dampak yang paling terlihat dari adanya globalisasi adalah berubahnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia yang dulu terkenal akan semangat gotong royongnya sekarang semakin hari semakin terkikislah semangat itu. Masyarakat berubah menjadi individu yang egois dan bersifat individualisme. Sifat individualisme inilah yang menyebabkan rasa kepedulian terhadap sesama berkurang. Sehingga tidak ada kesadaran bagi masyarakat yang telah mampu untuk melaksanakan wakaf.
b.      Kurangnya pengetahuan
      Kurangnya pengetahuan sebagian masyarakat tentang manfaat wakaf juga menjadi salah satu faktor rendahnya kesadaran berwakaf masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung hanya melaksanakan shodaqoh, zakat, infaq. Padahal disamping itu ada wakaf yang justru memberikan manfaat untuk kepentingan umum dan pahalanya tidak putus. Selain kurangnya pengetahuan tentang manfaat wakaf, sebagian masyarakat juga kurang mengetahui bahwa pemerintah telah membuat undang-undang tentang wakaf sehingga wakaf dapat dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.
c.       Kurangnya kepercayaan kepada nadzir
      Nadzir atau orang yang mengelola wakaf menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung kurang percaya kepada nadzir karena khawatir nadzir tidak kompeten dan justru menyelewengkan harta wakaf mereka.
2.      Faktor Eksternal
a.       Kurangnya sosialisasi
      Sosialisasi tentang wakaf dinilai masih kurang, sehingga perlu dilakukan sosialisasi intensif agar masyarakar semakin tahu akan pentingnya wakaf, prosedur dan ketentuan wakaf. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berwakaf.

D.    Upaya Menumbuhkan Kesadaran Wakaf Masyarakat Indonesia
1.      Upaya Pemerintah
a.       Peraturan perundang-undangan
      Pemerintah telah mengatur undang-undang tentang wakaf yakni UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah perwakafan di Indonesia. Juga sebagai sosialiasi kepada masyarakat. Sekaligus menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf bagi masyarakat Indonesia, karena dengan adanya peraturan ini masyarakat mempunyai peraturan dan dasar hukum yang jelas dalam melakukan wakaf dan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
b.      Sosialisasi kepada Pemda
      Kementrian Agama mengajak pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Karena pemda bisa berhubungan langsung dengan masyarakat. Untuk itu diadakan sosialisasi terhadap pemda. Dan melalui pemda diharapkan pemda dapat meneruskan sosialisasi kepada masyarakat.
c.       Melalui pameran wakaf
d.      Iklan layanan masyarakat
e.       Penerbitan buku-buku tentang wakaf
2.      Upaya Lembaga Swasta
a.       Mengembangkan lembaga keuangan syariah yang mengurusi masalah wakaf
b.      Menyediakan lembaga yang mampu dan amanah sebagai pengelola wakaf atau nadzir.
c.       Melakukan sosialisasi ke instansi-instasni swasta lainnya
3.      Upaya akademisi/mahasiswa
a.       Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang wakaf
      Sosialisasi merupakan sesuatu yang penting dan harus dilakukan agar masyarakat Indonesia tahu dan mengerti tentang seluk beluk perwakafan di Indonesia. Upaya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan akademisi atau mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia antara lain melalui:
§  Seminar
§  Buku atau jurnal terkait wakaf
§  Artikel tentang wakaf yang disebarluaskan melalui media massa
b.      Menghimbau masyarakat yang mampu agar melaksanakan wakaf.
c.       Mendidik mahasiswa/masyarakat umum untuk mengelola wakaf agar menjadi wakaf yang produktif.
d.      Mengawasi penggunaan dan pemberdayaan harta wakaf.

Ø  Hasil Diskusi Kelas
1.      Wakif boleh mensyaratkan wakaf untuk satu keperluan saja namun harus mendatangkan kemaslahatan atau untuk kepentingan umat, misalnya wakaf tanah hanya untuk dibangun mushola. Namun, alangkah lebih baiknya jika wakif menyerahkan pengelolaan harta wakaf kepada nadzir, karena nadzir merupakan orang yang profesional dalam mengelola harta wakaf, sehingga wakaf dapat diberdayakan dan mendatangkan manfaat untuk umat.
2.      Jika pengelola wakaf melakukan penyelewengan dalam mengelola harta wakaf maka dikenai sanksi dengan jalan dicopot dari jabatannya, dan bahkan bisa dikenai tindak pidana.
3.      Harta wakaf tidak dapat dijual, namun apabila misalnya ada tanah wakaf yang akan dibuat sutet untuk keperluan PLN dan pemerintah berencana membeli tanah tersebut, tanah wakaf tersebut harus dijual kepada pemerintah, karena pada dasarnya pembuatan sutet juga untuk kepentingan umat, sehingga tidak menyalahi dari aturan wakaf yakni untuk kepentingan masyarakat luas. Namun, uang hasil penjualan tersebut juga harus diolah secara produktif oleh nadzir dan hasilnya dikembalikan lagi untuk kepentingan umat.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf ada empat yaitu:
1.      Wakif (orang yang mewakafkan harta)
2.      Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)
3.      Mauquf  ‘Alaih/Nadzir (pihak penerima wakaf)
4.      Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harta)
      Orang yang mewakafkan hartanya (wakif) mempunyai syarat tertentu, yaitu:
1.      Merdeka
2.      Berakal sehat
3.      Dewasa (baligh)
4.      Tidak berada di bawah pengampunan (boros/lalai)
      Ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran wakaf masyarakat Indonesia, diantaranya:
1.      Faktor internal, seperti kurangnya rasa kepedulian sosial, kurangnya pengetahuan tentang perwakafan, kurangnya rasa kepercayaan kepada nadzir.
2.      Faktor eksternal, seperti kurangnya sosialisasi dan penyuluhan baik kepada masyarakat atau kepada lembaga pengelola wakaf.
      Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia antara lain:
1.      Melalui upaya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan lembaga pemerintah, swasta atau akademisi/mahasiswa tentang wakaf.
2.      Melalui pengembangan lembaga pengelolaan wakaf dan pelatihan dalam mengelola wakaf.
3.      Melalui himbauan kepada masyarakat, baik melalui buku, artikel, atau iklan layanan masyarakat.
4.      Melalui peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah.

B.     Saran
      Setelah mengetahui tentang faktor rendahnya kesadaran masyarakat dalam berwakaf serta mengetahui upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf, diaharapkan pembaca dapat merealisasikan upaya-upaya tersebut sesuai kapastitasnya masing-masing. Serta pihak yang mempunyai wewenang dalam melakukan sosialisasi masal melalui iklan/regulasi baik itu dari lembaga pemerintahan atau swasta bisa turut serta dalam upaya menumbuhkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Karena wakaf disini mempunyai peran yang penting untuk kemaslahatan umat.
      Selanjutnya kami sebagai penulis mengharapkan pembaca sekalian dapat memberikan kritik dan saran yang membangunterhadap makalah ini agar penulisan makalah ini menjadi semakin baik dan berkualitas. Semoga makalah ini berguna bagi kami pada khususnya, juga para pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Usman, Rachmadi Usman. 2013. Hukum Perwakafan di Indonesia,Ed. 1 Cet 2. Jakarta: Sinar Grafika.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf. 2007. Fiqih Wakaf. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI, edisi revisi cetakan kelima: Jakarta.




[1] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,Ed. 1 Cet 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.65.
[2] Ibid., hlm.66-67.
[3] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI, edisi revisi cetakan kelima: Jakarta,2007), hlm. 22-23.
[4] Ibid., hlm. 23-24.
[5] Ibid., hlm 25-26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar