MAKALAH
SYARAT DAN
RUKUN WAKAF: WAKIF
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqh Wakaf
Dosen Pengampu
:
Sayaiful Bahri, M.H.I

Disusun
oleh:
Kelompok 2
1. Intan Pratiwi Yuliawati ( 2824133050 )
2. Luthfi Wahidatun Nisa’ ( 2824133065 )
EKONOMI SYARIAH 3C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah dengan
judul “Syarat dan Rukun Wakaf: Wakif”
ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan kebenaran.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Fiqh Wakaf. Informasi yang disajikan dalam makalah ini diperoleh dari
berbagai sumber, dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
pembaca khususnya tentang Syarat dan Rukun Wakaf: Wakif.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Syaiful Bahri, MH.I selaku Dosen pengampu mata kuliah Fiqh Wakaf.
2.
Teman-teman Ekonomi Syariah 3C.
3.
Semua pihak yang membantu hingga terselesainya penulisan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan maupun kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sekalian sangat penulis harapkan guna perbaikan kualitas dalam penyusunan
makalah selanjutnya.
Akhirnya semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Tulungagung, 27 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................. 0
KATA
PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR
ISI............................................................................................... 2
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................... 3
A.
Latar Belakang..................................................................... 3
B.
Rumusan Masalah................................................................ 4
C. Tujuan Pembahasan.............................................................. 4
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................ 5
A. Syarat
dan Rukun Wakaf.................................................... 5
B. Syarat
Wakif........................................................................ 5
C. Faktor
Pengaruh Tingkat Kesadaran Wakaf....................... 8
D. Upaya
Menumbuhkan Kesadaran Wakaf........................... 10
BAB
III PENUTUP.................................................................................... 12
B. Saran................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu ibadah sosial
yang dilakukan umat Islam yang memiliki manfaat untuk kepentingan umum.
Pengertian wakaf di Indonesia berdasarkan mazhab Imam Maliki. Sedangkan menurut
ketentuan Pasal 215 angka 1 Kompilasi Hukum Islam[1],
wakaf adalah perbuatan hukum sesorang atau atau kelompok orang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai
ajaran agama. Wakaf berfungsi untuk mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai
dengan tujuan wakaf yakni untuk kepentingan umum.
Wakaf mempunyai syarat dan rukun tertentu
yang harus dipenuhi agar bisa dilaksanakan. Dan salah satu syarat dan rukun
wakaf adalah adanya wakif atau orang yang melakukan wakaf. Wakif merupakan
subyek wakaf, bisa merupakan orang ataupun sekumpulan orang atau badan hukum.
Wakif sendiri juga harus memenuhi persyaratan tertentu yang harus terpenuhi.
Pada pembahasan ini kami akan menguraikan syarat menjadi wakif, agar masyarakat
semakin mengerti dan tahu bahwa mereka pada umumnya telah memenuhi syarat
menjadi wakif, sehingga dapat menunaikan wakaf demi kepentingan umat.
Namun, dewasa ini kesadaran wakaf
masyarakat Indonesia masih rendah. Belum banyak masyarakat yang mengetahui
tentang pentingnya wakaf di Indonesia. Padahal potensi wakaf Indonesia cukup
besar. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf
masyarakat Indonesia. Untuk itu, dalam makalah ini juga akan dibahas mengenai
faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia serta upaya atau cara
yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf bagi masyarakat
Indonesia yang telah mampu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
syarat dan rukun wakaf ?
2. Bagaimana
syarat wakif ?
3. Apa
faktor yang mempengaruhi kesadaran wakaf masyarakat Indonesia ?
4. Bagamana
upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berwakaf ?
C. Tujuan Pembahasan
Pembahasan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui syarat-syarat menjadi seorang wakif dan untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan tingkat kesadaran berwakaf masyarakat Indonesia masih
rendah. Serta untuk mengkaji cara atau upaya apa yang bisa dilakukan untuk
menumbuhkan kesadaran berwakaf bagi masyarakat yang telah mampu. Karena seperti
yang diketahui wakaf banyak sekali
manfaatnya untuk kepentingan umum apabila diberdayakan dengan baik dan
produktif sesuai tujuannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Syarat dan Rukun Wakaf
Sesuai dengan fiqh Islam,
maka dalam perspektif Kompilasi Hukum untuk adanya wakaf harus dipenuhi 4 unsur
(rukun), yaitu :[2]
1. Adanya
orang yang berwakaf (wakif) sebagai subjek wakaf.
2. Adanya
benda yang diwakafkan (mauquf).
3. Adanya
penerima wakaf (sebagai subjek wakaf) (nadzir).
4. Adanya
akad atau lafadz atau pernyataan penyerahan wakaf dari tangan wakif kepada
orang atau tempat berwakaf (si mauquf alaihi).
Pengaturan unsur-unsur (rukun) dan
syarat-syarat wakaf tersebut dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 217 sampai
Pasal 222 Kompilasi Hukum Islam.
Ketentuan dalam Pasal 217 angka 2
Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa yang menjadi subjek wakaf atau wakif
itu bisa:
§ Orang
§ Orang-orang/sekumpulan
orang
§ Badan
Hukum
Sedangkan menurut mazhab Hanafiyah rukun
wakaf hanya satu yaitu sighat. Rukun merupakan bagian dari pekerjaan sementara
syarat adalah diluar bagian dari pekerjaan. Sehingga menurut mazhab Hanafiyah
yang termasuk rukun wakaf hanya sighat karena sighat merupakan bagian dari pekerjaan.
B. Syarat Wakif
Orang yang berwakaf (wakif)
disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal
competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan hukum di sini meliputi
empat kriteria, yaitu:[3]
a. Merdeka
dan Mempunyai Kepemilikan Sempurna
Hak milik dibagi menjadi dua yaitu
kepemilikan sempurna dan kepemilikan tidak sempurna. Wakaf yang dilakukan oleh
seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena wakaf adalah pengguguran hak
milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba
sahaya tidak mempunyai hak milik. Namun, dalam mazhab Hanafiyah mewakafkan
harta yang digadaikan hukumnya boleh.
b. Berakal
sehat
Akal merupakan ciri kedewasaan
seseorang jika dilihat dari segi mental atau dalam islam disebut dengan mukallaf
/dewasa atau orang yang sudah dapat dikenai hukum (menjadi subyek hukum).
Wakaf yang dilakukan oleh
orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz,
dan tidak cakap melakukan akad serta tindakan lainnya.
c. Dewasa
(Baligh)
Baligh merupakan ciri
kedewasaan seseorang secara fisiologis. Dalam islam disebut dengan maukuf,
dan ditandai dengan umur. Jika perempuan 9 tahun dan laki-laki 15 tahun,
merupakan batas minimal dalam melakukan ibadah. Baligh disertai dengan ahliyah
(kecakapan). Ahliyah ini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Wujub/Pasif
a. Tidak
Sempurna
Yaitu
saat manusia hanya dapat menerima hak saja. Contohnya adalah saat masih janin.
Hak yang dapat diterima antara lain: hak waris, nama, dan nasab syarat lahir.
b. Sempurna
Yaitu
saat manusia dapat menerima hak dan melakukan kewajiban semampunya. Contohnya
adalah saat manusia lahir sampai tamyiz atau kisaran usia 0-7 tahun.
2. Ada’/Aktif
a. Tidak
Sempurna
Saat
masa tamyiz sampai dengan baligh, atau kisaran usia 7-10 tahun. Pada fase
ini manusia sudah dapat melakukan ibadah muamalah, tidah hanya ibadah ritual.
Namun, dalam bermuamalah jika menguntungkan/merugikan harus disertai ijin dari
wali. Jika mendatangkan manfaat tidak perlu ijin dari wali, dan jika
mendatangkan kerugian tidak boleh dilakukan.
b. Sempurna
Yaitu
saat manusia dalam fase baligh sampai meninggal. Dimana manusia harus
melakukan kewajibannya secara penuh dan memperoleh haknya secara sempurna.
Wakaf yang dilakukan oleh anak yang
belum dewasa (baligh), hukummnya tidak sah karena ia dipandang tidak
cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
d. Tidak
berada di bawah pengampunan (boros/lalai) atau harus rasyid
Orang yang berada dibawah
pengampunan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan (tabarru’),
maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.
Namun ada kalanya seseorang yang mewakafkan
hartanya, tetapi wakaf tersebut tidak langsung terlaksana, dan pelaksanaannya
dikaitkan dengan kerelaan orang lain. Ada beberapa hukum wakaf yang berkaitan
dengan masalah ini:[4]
a.) Orang
yang mempunyai hutang, maka hukum wakafnya ada tiga macam :
§ Jika
ia berada dibawah pengampunan karena hutang dan mewakafkan seluruh atau
sebagian hartanya, sedang hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki, hukum
wakafnya sah. Tetapi pelaksanaannya tergantung pada kerelaan krediturnya.
§ Jika
ia berada dibawah pengampunan karena hutang, dan mewakafkan seluruh atau
sebagian hartanya ketika sedang menderita sakit parah, maka hukum wakafnya
seperti hukum wakaf orang yang dibawah pengampunan karena hutang, yakni
wakafnya sah tetapi pelaaksanaannya tergantung kerelaan para kreditur.
§ Jika
dia dibawah pengampunan karena hutang dan mewakafkan seluruh atau sebagian
hartanya ketika dalam keadaan sehat, maka wakafnya sah dan dapat dilaksanakan,
baik hutangnya meliputi seluruh harta yang dimiliki atau hanya sebagian saja.
b.) Apabila
wakif mewakafkan hartanya ketika sakit parah. Jika ketika mewakafkan
harta tersebut dia masih cakap untuk melakukan perbuatan baik, maka wakafnya
tetap sah. Tetapi jika kemudian si wakif
meninggal karena penyakit yang di derita tersebut, maka hukum wakafnya
sebagai berikut :[5]
§ Jika
ia meninggal sebagai debitur, maka hukum wakafnya seperti yang telah diuraikan
dalam poin (a) di atas.
§ Jika
dia meninggal tidak sebagai debitur, maka hukum wakaf yang terjadi ketika dia
sedang sakit seperti hukumnya wasiat. Yakni jika yang diberi wakaf bukan ahli
warisnya dan harta yang diwakafkan tidak lebih dari 1/3 bagian hartanya, maka
wakaf terlaksana hanya sebatas sepertiga hartanya saja, sedangkan selebihnya
tergantung pada kerelaan ahli waris.
Jika
yang diberi wakaf adalah ahli warisnya, maka pelaksanaan wakafnya tergantung
pada kerelaan ahli waris lainnya yang tidak menerima wakaf, baik wakafnya
kurang dari sepertiga atau lebih dari harta yang ditinggalkan.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wakaf Masyarakat
Indonesia
Tingkat kesadaran untuk
berwakaf bagi masyarakat Indonesia masih rendah, padahal potensi wakaf Indonesia dinilai cukup besar. Tentu hal ini
didasari dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
diantaranya:
1. Faktor
Internal
a. Kurangnya
rasa kepedulian sosial
Salah satu dampak yang paling terlihat
dari adanya globalisasi adalah berubahnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Masyarakat
Indonesia yang dulu terkenal akan semangat gotong royongnya sekarang semakin
hari semakin terkikislah semangat itu. Masyarakat berubah menjadi individu yang
egois dan bersifat individualisme. Sifat individualisme inilah yang menyebabkan
rasa kepedulian terhadap sesama berkurang. Sehingga tidak ada kesadaran bagi
masyarakat yang telah mampu untuk melaksanakan wakaf.
b. Kurangnya
pengetahuan
Kurangnya pengetahuan sebagian masyarakat
tentang manfaat wakaf juga menjadi salah satu faktor rendahnya kesadaran
berwakaf masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung hanya melaksanakan
shodaqoh, zakat, infaq. Padahal disamping itu ada wakaf yang justru memberikan
manfaat untuk kepentingan umum dan pahalanya tidak putus. Selain kurangnya
pengetahuan tentang manfaat wakaf, sebagian masyarakat juga kurang mengetahui
bahwa pemerintah telah membuat undang-undang tentang wakaf sehingga wakaf dapat
dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.
c. Kurangnya
kepercayaan kepada nadzir
Nadzir atau orang yang mengelola
wakaf menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesadaran wakaf
masyarakat Indonesia. Masyarakat cenderung kurang percaya kepada nadzir
karena khawatir nadzir tidak kompeten dan justru menyelewengkan harta wakaf
mereka.
2. Faktor
Eksternal
a. Kurangnya
sosialisasi
Sosialisasi tentang wakaf dinilai masih
kurang, sehingga perlu dilakukan sosialisasi intensif agar masyarakar semakin
tahu akan pentingnya wakaf, prosedur dan ketentuan wakaf. Sehingga dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berwakaf.
D. Upaya Menumbuhkan Kesadaran Wakaf Masyarakat
Indonesia
1. Upaya
Pemerintah
a.
Peraturan
perundang-undangan
Pemerintah telah mengatur undang-undang
tentang wakaf yakni UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf. Hal ini menunjukkan
keseriusan pemerintah dalam menangani masalah perwakafan di Indonesia. Juga
sebagai sosialiasi kepada masyarakat. Sekaligus menjadi salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf bagi
masyarakat Indonesia, karena dengan adanya peraturan ini masyarakat mempunyai
peraturan dan dasar hukum yang jelas dalam melakukan wakaf dan dilakukan sesuai
prosedur yang berlaku.
b. Sosialisasi
kepada Pemda
Kementrian Agama mengajak pemerintah
daerah (pemda) untuk meningkatkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Karena pemda
bisa berhubungan langsung dengan masyarakat. Untuk itu diadakan sosialisasi
terhadap pemda. Dan melalui pemda diharapkan pemda dapat meneruskan sosialisasi
kepada masyarakat.
c. Melalui
pameran wakaf
d. Iklan
layanan masyarakat
e. Penerbitan
buku-buku tentang wakaf
2. Upaya
Lembaga Swasta
a. Mengembangkan
lembaga keuangan syariah yang mengurusi masalah wakaf
b. Menyediakan
lembaga yang mampu dan amanah sebagai pengelola wakaf atau nadzir.
c. Melakukan
sosialisasi ke instansi-instasni swasta lainnya
3. Upaya
akademisi/mahasiswa
a. Melakukan
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang wakaf
Sosialisasi merupakan sesuatu yang penting
dan harus dilakukan agar masyarakat Indonesia tahu dan mengerti tentang seluk
beluk perwakafan di Indonesia. Upaya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan
akademisi atau mahasiswa untuk meningkatkan kesadaran wakaf masyarakat
Indonesia antara lain melalui:
§ Seminar
§ Buku
atau jurnal terkait wakaf
§ Artikel
tentang wakaf yang disebarluaskan melalui media massa
b. Menghimbau
masyarakat yang mampu agar melaksanakan wakaf.
c. Mendidik
mahasiswa/masyarakat umum untuk mengelola wakaf agar menjadi wakaf yang
produktif.
d. Mengawasi
penggunaan dan pemberdayaan harta wakaf.
Ø Hasil Diskusi Kelas
1. Wakif
boleh mensyaratkan wakaf untuk satu keperluan saja namun harus mendatangkan
kemaslahatan atau untuk kepentingan umat, misalnya wakaf tanah hanya untuk
dibangun mushola. Namun, alangkah lebih baiknya jika wakif menyerahkan
pengelolaan harta wakaf kepada nadzir, karena nadzir merupakan orang yang
profesional dalam mengelola harta wakaf, sehingga wakaf dapat diberdayakan dan
mendatangkan manfaat untuk umat.
2. Jika
pengelola wakaf melakukan penyelewengan dalam mengelola harta wakaf maka
dikenai sanksi dengan jalan dicopot dari jabatannya, dan bahkan bisa dikenai
tindak pidana.
3. Harta
wakaf tidak dapat dijual, namun apabila misalnya ada tanah wakaf yang akan
dibuat sutet untuk keperluan PLN dan pemerintah berencana membeli tanah
tersebut, tanah wakaf tersebut harus dijual kepada pemerintah, karena pada
dasarnya pembuatan sutet juga untuk kepentingan umat, sehingga tidak menyalahi
dari aturan wakaf yakni untuk kepentingan masyarakat luas. Namun, uang hasil
penjualan tersebut juga harus diolah secara produktif oleh nadzir dan hasilnya
dikembalikan lagi untuk kepentingan umat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakaf dinyatakan sah apabila telah
terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf ada empat yaitu:
1. Wakif (orang yang mewakafkan
harta)
2. Mauquf bih (barang atau harta
yang diwakafkan)
3. Mauquf
‘Alaih/Nadzir (pihak penerima wakaf)
4. Shighat (pernyataan atau ikrar
sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harta)
Orang yang mewakafkan hartanya (wakif)
mempunyai syarat tertentu, yaitu:
1. Merdeka
2. Berakal
sehat
3. Dewasa
(baligh)
4. Tidak
berada di bawah pengampunan (boros/lalai)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi
rendahnya kesadaran wakaf masyarakat Indonesia, diantaranya:
1. Faktor
internal, seperti kurangnya rasa kepedulian sosial, kurangnya pengetahuan
tentang perwakafan, kurangnya rasa kepercayaan kepada nadzir.
2. Faktor
eksternal, seperti kurangnya sosialisasi dan penyuluhan baik kepada masyarakat
atau kepada lembaga pengelola wakaf.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk menumbuhkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia antara lain:
1. Melalui
upaya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan lembaga pemerintah, swasta atau
akademisi/mahasiswa tentang wakaf.
2. Melalui
pengembangan lembaga pengelolaan wakaf dan pelatihan dalam mengelola wakaf.
3. Melalui
himbauan kepada masyarakat, baik melalui buku, artikel, atau iklan layanan
masyarakat.
4. Melalui
peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah.
B. Saran
Setelah mengetahui tentang faktor
rendahnya kesadaran masyarakat dalam berwakaf serta mengetahui upaya-upaya yang
bisa dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran berwakaf, diaharapkan pembaca dapat
merealisasikan upaya-upaya tersebut sesuai kapastitasnya masing-masing. Serta
pihak yang mempunyai wewenang dalam melakukan sosialisasi masal melalui
iklan/regulasi baik itu dari lembaga pemerintahan atau swasta bisa turut serta
dalam upaya menumbuhkan kesadaran wakaf masyarakat Indonesia. Karena wakaf
disini mempunyai peran yang penting untuk kemaslahatan umat.
Selanjutnya kami sebagai penulis
mengharapkan pembaca sekalian dapat memberikan kritik dan saran yang
membangunterhadap makalah ini agar penulisan makalah ini menjadi semakin baik
dan berkualitas. Semoga makalah ini berguna bagi kami pada khususnya, juga para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Usman, Rachmadi Usman. 2013. Hukum
Perwakafan di Indonesia,Ed. 1 Cet 2. Jakarta: Sinar Grafika.
Direktorat
Pemberdayaan Wakaf. 2007. Fiqih Wakaf. Direktorat Pemberdayaan Wakaf
Departemen Agama RI, edisi revisi cetakan kelima: Jakarta.
[1] Rachmadi Usman, Hukum
Perwakafan di Indonesia,Ed. 1 Cet 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm.65.
[2] Ibid., hlm.66-67.
[3] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih
Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI, edisi revisi
cetakan kelima: Jakarta,2007), hlm. 22-23.
[4] Ibid., hlm. 23-24.
[5] Ibid., hlm 25-26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar