Minggu, 31 Mei 2015

Konsepsi dan Syarat Nadzir



KONSEPSI DAN SYARAT NADZIR
Makalah ini untuk memenuhi tugas Fiqh Wakaf
Dosen Pengampu
Saiful Bahri
Disusun oleh:
Mar’atus Sholikhah                 (2824133071)
Muhamad Saropi                     (2824133081)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Ekonomi Syari’ah III-C
Institut Agama Islam Negeri( IAIN)
Tulungagung
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan makalah ini tanpa ada halangan apapun.
Penyusunan makalah ini adalah sebagai tugas  Mata Kuliah ”Fiqh Wakaf”. Adapun tema yang diambil untuk penyusunan makalah ini yaitu tentang Konsepsi dan Syarat Nadzir. Dengan terselesainya penyusunan makalah ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi pembaca pada umumnya dan bagi kami selaku penulis pada khususnya.
Ucapan terimakasih tak lupa kami ucapkan pada dosen pengampu mata Fiqh Wakaf  yang selama ini telah meluangkan waktunya untuk memberikan materi kepada kami dan semoga apa yang telah diberikan dapat bermanfaat. Amin. 
 Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

                                                                                                                                                           

                        Tulungagung, 20 Oktober 2014
                                                                                                                        Penyusun,



Kelompok 5

DAFTAR ISI
Halaman Judul                                                                                                          ...........
Kata Pengantar                                                                                                         .... i
Daftar Isi                                                                                                                    .... ii    
BAB I Pendahuluan..................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.    Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C.    Tujuan................................................................................................................ 1    
BAB II Pembahasan..................................................................................................... 2
1.    Pengertian Nadzir............................................................................................... 2
2.    Syarat-syarat Nadzir........................................................................................... 2
3.    Nadzir dalam perspektif fiqh.............................................................................. 3
4.    Tanggung jawab nadzir....................................................................................... 4
5.    Sistem manajemen kenadziran............................................................................ 5
6.    Pemberhentian nadzir.......................................................................................... 6
BAB III Penutup...................................................................................................... .... 8
A.    Kesimpulan................................................................................................... .... 8
Daftar Pustaka                                                                                                          .... 10

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pewakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya serta dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dalam rangka menumbuh kembangkan harta wakaf agar lebih produktif dan berdayaguna maka, diperlukan para pengelola atau penanggungjawab harta wakaf yang amanah, jujur, adil, memiliki etos kerja yang tinggi dan tentunya profesional. sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing
Pada kenyataanya wakaf yang sekarang ini ada di Indonesia belum mampu menanggulangi permasalahan umat terutama dibidang sosial dan ekonomi. Hal ini disebabkan antara lain kerena sumber daya manusia (SDM) dari Nazhir wakaf yang belum profesional atau belum memadai.
Untuk itu perlulah kiranya adanya pembinaan dalam rangka peningkatan profesionalisme kinerja Nazhir wakaf di Indonesia, sehingga harta benda wakaf beserta lembaganya dapat dipelihara, diamankan serta dikembangkan.
B.       Rumusan masalah
  • Bagaimana sistem kenadziran di Indonesia ?
  • Sarana apa yang diperlukan untuk pengembangan SDM bagi nadzir ?
  • Bagaimana seorang nadzir bertanggung jawab atas tugasnya ?
  • Hal-hal apa saja yang mendasari pemberhentian nadzir ?
C.      Tujuan
  • Mengetahui system kenadziran.
  • Menjelaskan berbagai sarana yang digunakan untuk pengembangan SDM bagi nadzir.
  • Nadzir dalam perspektif fiqh.
  • Tanggung jawab seorang nadzir dalam perwakafan.
  • Merinci hal-hal yang menyebabkan nadzir diberhentikan.

BAB II
PEMBAHASAN
1.        Pengertian Nadzir
Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab nadzara-yandzuru-nadzaran yang
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi.
Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Adanya nadzir memiliki kedudukan penting dalam perwakafan, yaitu nadzir bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. Meskipun demikian, bukan berarti nazdir mrmpunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya.
Pada umumnya, para ulama bersepakat bahwa kekuasaan nadzir hanya terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki wakif. Sebagai pengawas harta wakaf, nadzir dapat mempekerjakan beberapa wakil untuk menyelenggarakan urusan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu, nazir dapat berupa perorangan, organisasi maupun badan hukum.[1]

2.        Syarat-syarat Nadzir
Pada dasarnya, siapapun dapt menjadi nadzir sepanjang ia bisa melakukan yindakan hukum. Namun, Karena tugas nadzir menyangkut harta benda yang manfaatnya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, tentunya jabatan nadzir diberikan pada pihak yang mampu menjalankan tugas tersebut. Adapun nadzir yang perorangan menurut ketentuan pasal 219 Kompilasi hukum Islam harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Ø  Beragama Islam.
Ø  Warga Negara Indonesia.
Ø  Baligh.
Ø  Sehat jasmani dan rohani.
Ø  Tidak berada di bawah pengampunan.
Ø  Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.[2]
Kemudian jika nadzir dalam bentuk badan hukum, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Ø  Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Ø  Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan.

Berdasarkan uraian di atas, baik nadzir perorangan maupun badan hukum, harus didaftarkan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama kecamatan untuk mendapat pengesahan. Sebelum melaksanakan tugas, nadzir harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya 2 orang saksi. Mengenai jumlah nadzir yang diperbolehkan untuk satu unut perwakafan yaitu terdiri atas 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang.
Tugas- tugas nadzir antara lain mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, yaitu meliputi Pengelolaan dan Pemeliharaan harta wakaf serta meningkatkan hasil wakaf, membuat laporan secara berkala atas semua yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menjalankan tugasnya nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jumlanya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.

3.        Nadzir dalam perspektif fiqh
Para fuqaha tidak mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, hal ini mungkin karena mereka berpendapat bahwa wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat sunnah saja). Di samping itu, para Imam Madzhab sepakat bahwa pentingnya nadzir memiliki syarat adil dan mampu. Adil dalam hal ini maksudnya mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi larangan yang bertentangan dengan syariat Islam, sedangkan “mampu” memiliki arti kemampuan seseorang dalam menjaga dan mengelola harta wakaf. Dalam hal kemampuan ini dituntut sifat taklif, yakni dewasa dan berakal.[3] Adapun persyaratan nadzir yang lain, adalah sebagai berikut:
1)        Syarat moral
·           Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syari’ah maupun perundang-undangan.
·           Jujur, amanah, dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan dan pentasharrufkan kepada sasaran wakaf.
·           Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha.
·           Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.
2)        Syarat manajemen
·           Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.
·           Visioner
·           Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial, dan pemberdayaan.
·           Professional dalam bidang pengelolaan harta.
·           Ada masa bakti nadzir.
·           Memiliki program kerja yang keras.
3)        Syarat bisnis
·           Mempunyai keinginan.
·           Mempunyai pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan.
·           Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya entrepreneur.

Dari sinilah masalahnya, sebagai nadzir harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas, sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mengelola wakaf dengan maksimal dan optimal. Untuk itu, dalam persoalan nadzir ini ada beberapa istilah yang harus dirubah paradigmanya, yaitu dari pengelolaan yang bersifat konsumtif menuju pengelolaan yang bersifat produktif.[4]

4.        Tanggung jawab Nadzir
Tugas nazhir adalah melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. Dalam melaksanakan tugas tersebut, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).[5]
Jika dalam menjalankan tugasnya mengurus dan mengelola harta benda wakaf nadzir mendapat musibah diluar kuasanya, maka nazhir tidak wajib memberikan ganti rugi. Dan jika harta wakaf tersebut hilang atau rusak dan bukan disebabkan kelalaian atau keteledoran maka tidak wajib mengganti harta atau barang wakaf tersebut. Disisi lain, nadzir wajib mengganti rugi harta benda wakaf apabila :
Ø  Kelalaian dan keteledoran nazhir dalam menjaga harta wakaf.
Ø  Nazhir menggunakan harta wakaf yang berada dalam kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.
Ø  Jika nazhir meninggal dan tanpa mengetahui jumlah harta wakaf yang dikelolanya.[6]
5.        Sistem Manajemen Kenadziran
Dalam pengembangan wakaf di Indonesia yang menjadi permasalahan mengenai nadzir yaitu keberadaan nadzir yang masih tradisional, ketradisionalan nadzir ini dipengaruhi oleh :
Ø  Masih kuatnya paham mayoritas umat Islam yang masih stagnasi terhadap persoalan wakaf, mereka lebih mementingan aspek keabadian benda wakaf dan mengesampingkan aspek kemanfatannya. Sehingga banyak harta benda wakaf yang kurang memberi manfaat bagi masyarakat.
Ø  Rendahnya kualitas SDM nadzir wakaf.
Ø  Masihlemahnya kemauan para nadzir wakaf. Banyak nadzir yang kurang memiliki semangat pemberdayaan harta wakaf untuk kesejahteraan umat.[7]
Pengelolaan harta wakaf membutuhkan nadzir yang mempunyai kemampuan yang memadai, sehingga harta wakaf dapat berfungsi secara maksimal. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi ukurang yang penting dalam pengelolaan wakaf.  Untuk itu dalam meningkatkan kemampuan nadzir diperlukan system manajemen SDM yang bertujuan untuk :
Ø  Meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan para nadzir .
Ø  Membentuk sikap dan perilaku nadzir sesuai dengan posisi yang seharusnya, yaitu pemegang amanat umat Islam yang mempercayakan harta benda wakaf untuk dikelola secara baik dan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Ø  Mengajak para nadzir untuk memahami tata cara dan pola pengelolaan yang lebih berorientasi pada kepentingan pelaksanaan syariat Islam.[8]
Untuk mengembangkan SDM nadzir tersebut diperlukan upaya pembinaan agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas kenadziran secara produktif dan berkualitas. Upaya pembinaan tersebut melalui :
a)    Pendidikan Formal, yaitu melalui sekolah-sekolah umum, kejuruan, bahkan perguruan tinggi sekaligus. Melihat dari kondisi saat ini, secara kuantitatif banyak sekolah dan perguruan tinggi yang membuka dan mengelola SDM mengarah pada manajemen pengelolaan wakaf. Namun, untuk menciptakan SDM kenadziran yang handal, pemerintah dan juga lembaga-lembaga pendidkan, khususnya lembaga pendidikan Islam harus memulai pembenahan kembali system pendidkan yang diterapkan selama ini.
b)   Pendidikan non formal, yaitu melalui kursus-kursus atau pelatihan SDM kenadziran, baik yang terkait dengan manajerial organisasi, atau meningkatkan keterampilan dalam bidang profesi seperti teknik pengelolaan pertanian, teknik perbankan, mupun pemasaran.
c)    Pendidikan informal, berupa latihan-latihan dan kaderisasi langsung di tempat-tempat pengelolaan benda wakaf.

d)   Pembinaan fisik. Kesehatan nadzir tidak kalah penting untuk diperhatikan. Seorang nadzir harus memiliki tubuh yang sehat , sehingga dengan kondisi tersebut yang bersangkutan dapat menjalankan tugas dengan baik.
e)    Pembinaan Mental. Spirit kerja harus terus-menerus dibina agar para pemegang amanah perwakafan bersemangat dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu perlu juga pembinaan budi pekerti (akhlak) melalui berbagai kesempatan seperti ceamah-ceramah agama.[9]
6.        Pemberhentian Nadzir
Dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ditentukan masa jabatan nadzir, tetapi dalam keadaan tertentu nadzir dapat diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang bersangktan. Ketentuan Pasal 221 Kompilasi Hukum Islam menentukan:
1)      Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena:
a)      Meninggal dunia.
b)      Atas permohonan sendiri.
c)      Tidak melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir.
d)     Melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.
2)      Bilamana terdapat lowongan jabatan nadzir, karena salah satu alasan di atas, maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan camat setempat.
Seorang nadzir yang telah berhenti tidak dengan sendirinya diganti oleh salah seorang ahli warisnya.[10]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nadzir merupakan pihak yang bertugas mengurus dan mengelola harta benda wakaf. Adanya nadzir sangat penting dalam perwakafan, yaitu  nadzir bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memelihara, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. Nadzir dapat berupa perorangan maupun badan hukum. Adapun syarat-syarat nadzir perorangan yaitu beragama Islam, warga negara Indonesia, baligh, sehat jasmani dan rohani., tidak berada di bawah pengampunan, bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya. Sedangankan syarat nadzir yang berupa badan hukum meliputi badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan.
Para fuqaha tidak mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf, hal ini mungkin karena mereka berpendapat bahwa wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat sunnah saja). Di samping itu, para Imam Madzhab sepakat bahwa pentingnya nadzir memiliki syarat adil dan mampu. Adil dalam hal ini maksudnya mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi larangan yang bertentangan dengan syariat Islam, sedangkan “mampu” memiliki arti kemampuan seseorang dalam menjaga dan mengelola harta wakaf. Syarat-syarat lain adalah meliputi syarat moral, syarat manajemen, dan syarat bisnis.
Dalam hal ini nadzir memiliki tanggungjawab atas benda wakaf, Jika dalam menjalankan tugasnya mengurus dan mengelola harta benda wakaf nadzir mendapat musibah diluar kuasanya, maka nazhir tidak wajib memberikan ganti rugi. Dan jika harta wakaf tersebut hilang atau rusak dan bukan disebabkan kelalaian atau keteledoran maka tidak wajib mengganti harta atau barang wakaf tersebut.
Pengelolaan harta wakaf membutuhkan nadzir yang mempunyai kemampuan yang memadai, sehingga harta wakaf dapat berfungsi secara maksimal. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi ukurang yang penting dalam pengelolaan wakaf.  Untuk itu dalam meningkatkan kemampuan nadzir diperlukan system manajemen SDM. Pengembangan SDM tersebut dapat melalui pendidikan formal, pendidikan non formal. Pendidikan informal, pembinaan fisik dan mental.
Mengenai pemberhentian nadzir, nadzir dapat diberhentikan jika meninggal dunia, atas permohonan sendiri, tidak melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir, melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2007. Fiqh Wakaf. Direktorat Pemberdayaan Wakaf :Direktorat Jenderal Bimbingan Masyaratkat Islam Departemen Agama RI.
Anonym. 2007. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama.
Abdullah, Abdul Gani. 1994. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Cet. 1. Jakarta : Gema Insani Press.
Andriani, Nurmalia. Nadzir dan Pengawasan Harta Wakaf. Sumber  http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/04/nadzir-dan-pengawasan-harta-wakaf.html , di akses 18 Oktober 2014, 11:15.
Djunaidi, Ahmad, Thobieb Al-Asyhar. 2007. Menuju Era Wakaf Produktfi. Tanpa Kota Penerbit : Tanpa Penerbit.
Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan di Indonesia. Ed.1. Jakarta : Sinar Grafika.




[1] Anonym, Fiqh Wakaf, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf :Direktorat Jenderal Bimbingan Masyaratkat Islam Departemen Agama RI, 2007), h. 69.
[2] Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Cet. 1,( Jakarta : Gema Insani Press, 1994), h. 143.
[3] Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ed. 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 134.
[4] Anonym, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, 2007), h. 53.
[5] Racmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,  h. 137.
[6] Nurmalia Andriani, Nadzir dan Pengawasan Harta Wakaf, http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/04/nadzir-dan-pengawasan-harta-wakaf.html , di akses 18 Oktober 2014, 11:15.
[7] Ahmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produkti, (Tanpa Kota Penerbit : Tanpa Penerbit, 2007), h. 52.
[8] Anonym, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Direktorat Pemberdayaan Wakaf: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama, 2007), h. 116-118.
[9] Ibid., h. 118-122.
[10] Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Cet. 1, h. 144.

1 komentar:

  1. Harrah's Resort Atlantic City - JTHub
    Harrah's Resort Atlantic City tickets & 하남 출장샵 event 경상북도 출장마사지 schedules. 출장샵 Find details for Harrah's 세종특별자치 출장안마 Resort Atlantic City in Atlantic City, NJ, including venue info 하남 출장안마 & seating

    BalasHapus