Minggu, 31 Mei 2015

Riba dan Implikasinya dalam Keuangan Syariah



MAKALAH
RIBA DAN IMPLIKASINYA DALAM KEUANGAN SYARIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Manajemen Keuangan Syariah
Dosen Pengampu
Alindra Yanuardi

logo IAIN Tulungagung.jpg
Di susun oleh:
Ika Oktavia Alfy Nizami        ( 2824133041 )
Muhammad Saropi                  ( 2824133081 )

EKONOMI SYARIAH IV C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM  NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Dalam pembahasan ini mengenai riba dikalangan islam memuat kembali, sehingga upaya untuk melakukan usaha yang bertujuan menghindari persoalan riba mulai dilaksanakan. Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya didunia islam. Oleh karenanya, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas islam. Orang sering lupa bahwa hokum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang muslim amerika, Cyril, glase, dalam buku ensiklopedinya orang tidak mengetahui bahwa dunia kristenpun, selama satu melenium, riba adalah barang terlarang dalam pandangan teolog, cendikiawan maupun menurut undang-undang yang ada.
Disisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktik riba yang menambah ke berbagai Negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa melakukan pengaturan untuk bisnis pembungaan uang.

2.      Rumusan Masalah
a.       Mengapa Riba dilarang ?
b.      Bagaiman sejarah Riba ?
c.       Apa pengertian Bunga dan Riba ?
d.      Apa saja jenis-jenis riba dan apa hukumnya ?
e.       Bagaimana riba dan masalah dalam keuangan ?
f.       Apakah bunga bank sama saja dsengan riba ?

3.      Tujuan Masalah
a.       Untuk mengetahui Mengapa Riba dilarang
b.      Untuk mengetahui sejarah Riba
c.       Untuk mengetahui pengertian bunga dan Bunga
d.      Untuk mengetahui saja jenis-jenis riba dan apa hukumnya
e.       Untuk mengetahui riba dan masalah dalam keuangan
f.       Untuk mengetahui bunga bank sama saja dsengan riba

BAB II
PEMBAHASAN

A.    MENGAPA RIBA DI LARANG?
Pengamalan riba mengakibatkan seseorang menjadi rakus ,bakhil,terlampau cermat,dan mementingkan diri sendiri. Melahirkan perasaan benci  ,marah, bermusuhan dan dengki dalam diri orang yang membayar riba .
Bunga uang  juga disebut dengan intrest , unsure utama yang di larang oleh islam ialah bunga yakni riba , islam menggap bahwa riba sebagai unsur buruk yang merusak masyarakat ekonomi ,social maupun moral , oleh karena itu al quran melarang umat islam memberi atau memakan riba .[2]
Allah telah menurunkan larangan riba secara bertahap untuk mengurangi kesengasaran masyarakat:
1.      Perintah awal dari Allah sekedar mengingat kan manusia bahwa riba itu tidak akan menambah kekayaan individu maupun Negara, sebaliknya akan mengurangi kekayaan.(ar rum:39)
2.      Perintah kedua melarang uamat islam di larang mengambil bunga sekiranya mereka menginkan kebahagian yang hakiki, ketengan pikiran dan kejayaan hidup ( an nisaa:160. 1)
3.      Peraturan pertama melarang manusia memakan riba, selain itu jaga ayat ini juga menjelaskan bahwa sifat umum riba adalah berlipat ganda(ali imran :130)
4.      Seterusnya setengaya orang mulanya mencampura dukan jual beli dengan kegiatan riba.

B.     SEJARAH RIBA
Para ulama fiqih mulai membicarakan tenteng riba , jika mereka macam persoalan muammalah , banyak ayat –ayat alquran yang membicarakan riba sesuai dengan periode larangn ,sampai akhirya dating larangan secara tegas pada akhir periode penepatan hukum riba.
Namun orang yahudi menggap bahwa riba itu hanyalah terlarang kalau di kalangan -kalangan sesama yahudi , tetapi tidak dilarang bagi kalangan non yahudi , hal tersbut terdapat dalam kitab ayat 19 pasal 23 :janganlah kau membungakan kepada saudaramu baik uang atau bahan makanan, ataupun yang dapat di bungakan.[3]
Namun islam mengangap bahwa ketetapan – ketetapan yang mengharamkan riba yang hanya berlaku pada golongan tertentu ,sebagaimana tercantum dalam lama merupakan ketatapan yang sudah di palsukan . sebab riba ini di haramkan bagi siapa saja dan terhadap siapa saja , sebab tindakan ini adalah dholim dank e dhliman ini di larang kepada siapapun tanpa pandang bulu.
Kajian tentang riba di dalam pandangan islam telah jelas dinytakan dalam alquran (2:278) larangan tersebut di latar belakangi suatu peristiwa atau asbabun nuzulnya. Dari peristiwa ini jelas bahwa setelah datanganya hukum yang tidak memperbolehkanya praktik riba , baik dalam bentuk besar maupun kecil maka peraktik tersebut segera harus berhenti dan dinyatakan telah berakhir .
Dengan demikian ketetapan ayat tersebut tidak hanya terbatas haramya riba dalam kredit konsumtif  jika kita telah mengetahuinya bahwa sebagian besar kredit yang dikeluarkan pada waktu itu bersifat produktif.

C.    PENGERTIAN BUNGA DAN RIBA
Secara leksikal , bunga sebagai terjemahan dara kata intrest . seacara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan bahwa intrsest is charge for a financial loan,usually a percentega of the mount loaned : bunga adalah tanguugun pada pinjaman uang yang biasanya yang biasanya dinyatakan dengan prents dari uang yang di pinjamkan.
Kata riba , yaitu ziyadah berati bertumbuh menambah atau berlebiahan . Al riba dan Al rima maka asalnya ialah adalah tambahan ,tumbuh , dan subur , adapun pengertia tambahan dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang di peroleh dengan cara yang tidak di benarkan sesui dengan syariah islam .
Riba menurut para ulama fiqih mendefinisikan riba dengan istilah : kelebiahan harta dalam suatu  muuamalah dengan tidak ada imbalan / gantinya .aktivitas semacam ini berlaku luas diakalagan masyarakat yahudi sebelum datanganya islam ,sehinga masyarakat arab pun sebelum dan pada masa awal islam melakukan muaamalah dengan cara tersebut .
Apabila kita di dasarkan pada pengertian riba yang tercantum dalam surat ar rum ayat 39, ayat ini hanya sebagai ancang _ancang Allah di dalam menerapa kan hukum larangan riba pada ayat yang di turunkan kemudianya. Beradasakan ayat diatas selanjutya Allah menurunka ayat yang melarang tegas terhadap kegiatan riba yang di dalamya mengandung  3  pengertian.
1.      Transaksi jual beli (bay) itu sama dengan riba.
2.      Perdangan itu di perbolehkan sedangakan riba itu di larang.
3.      Mereka yang sudah mendengarkan ayat tentang larangan riba segera harus berhenti tanpa menembalikan riba yang sudah terlanjur di tarik.
           
D.    JENIS- JENIS RIBA DAN HUKUMYA
Ulama fiqih sebagaimana di jelaskan oleh Abu sura’i Abdul Hadi (1993)  membagi riba menjadi 2 macam yaitu riba fadl dan riba nasiah .
1.      Riba fadl adalah  riba yang berlaku dalam jual beli yang di difinisikan oleh para ulama fiqih dengan kelebihan pada salah satu harta sejenis yang di perjual  belikan dengan ukuran syara’ adalah timbangan atau ukuran tertentu
2.      Riba nasiah adalah riba kelebihan atas piutang yang di beriakan orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang di sepakati jatuh tempo , apabila waktu jatuh tempo sudah tiba ternyata orang  yang ber hutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihanya maka waktunya bisa di perpanjang dan jumlah utang bertambah pula.
Akhiranya ada perbedaan pendapat tentang kedua riba tersebut di kalangan para ulama fiqih . menurut madzab hanafi dalam salah satu riwayat dari imam Ahmad bin Hambal riba fadl ini hanya berlaku dalam timbangan atau takaran harta yang sejenis , bukan terhadap nilai harta , apabila yang dijadikan ukuran adalah nilai harta ,maka kelebihan yang terjadi tidak termasuk riba fadl.

Barang ribawi
Non ribawi atau ribawi berbeda
Barang Ribawi
1.      Sama kualitas
2.      Sama kuantitas
3.      kontan
     1.  Boleh bebeda kualitas
     2.      Beda kuantitas
     3 .     Tetapi konten
Barang non ribawi
1.      Boleh beda kuatitas
2.      Boleh berbeda kuantitas
3.      Tetapi kontan
1.      Boleh beda kualitas
2.      Beda kuantitas
3.      Tetapi konten

Sementara itu madzab maliki dan syafii berpendirianya bahwa ilat keharamnya riba fadl pada emas dan perak adalah di sebabab kan keduanya merupakan harga dari sesuatu , baik emas dan perak itu telah terbentuk , oleh sebab itu apapun bentuknya emas atau perak apabila sejenis tidak boleh di perjual belikan.
Berdasarkan kepada alquran dan al sunnah dan ijma para ulama dari dua jenis riba yang di terapkan di  atas dapat dianalisis dari akarnya_akarnya . istilah nasiah berakar dari kata nasa’a yang berate penagguhan , penundaan, tungu, pada waktu yang diizamkan bagi peminjam untuk membayar kembali utang tersebut ‘ tambahan’ atau ‘ premi’ dengan demikian riba nasia’ah mengacu pada bunga atas pinjaman . inilah yang dinyatakaan Nabi SAW. Tidak ada riba kecuali nasia’ah.
Pelarangan riba nasia’ah mempunyai pengertian bahwa keuntugan positif atas uang yang harus di kembalikan atas suatu pinjaman atas suatu imbalan.
Larangan riba fadl dengan demikian di maksudkan untuk meyakinkan adanya keadadilan dan menghilangkan semua bentuk exploitasi melalui tukar menukar barang yang tidak adil serta menutup semua pintu belakang bagi riba , karena dalam syariat islam segala sesuatu yang menjadi sarana begi terjadinya pelangaran juga termasuk pelanggaran itu sendiri. Nabi Muhammad SAW menyamakan riba dengan menipu orang bodoh agar memebeli barangya dan menerangkan sistem ijon secara sia _sia dengan bantuan agen . hal ini mengandung arti bahwa tambahan uang yang di peroleh dengan cara expoloitas dan penipuan seperti tidak lain kecuali riba al fadl.


E.     Riba dan Masalah Keuangan
            Evolusi konsep riba ke bunga tidak lepas dari perkembangan lembaga keuangan. Lembaga keuangan timbul, karena kebutuhan modal untuk membiayai industri dan perdagangan. Modalnya terutama dari kaum pedagang. Oleh karena, pada waktu itu para bankir umumnya berasal dari pedagang.
            Dalam menjalankan bisnis, para pedagang, pengusaha selalu membutuhkan modal. Bisnis kecil-kecilan biasanya pelakunya dapat mengatasi modal sendiri. Jika bisnis menunjukkan pada hal perkembangan yang besar, dan untuk mengembangkan usahanya itu perlu modal yang sangat besar. Dalam hal ini harus dicarikan dari sumber lainnya. Tetapi siapa yang mau meminjamkan uangnya dengan cuma-cuma, apalagi dalam jumlah besar ? dari sinilah timbul keperluan bank sebagai perantara antara mereka yang membutuhkan kredit dengan mereka yang memiliki surplus modal. Dalam hal ini bank tidak memandang untuk keperluan konsumsi, produksi, perdagangan, atau jasa, tetapi umumnya pinjaman diarahkan pada kegiatan usaha. Dan tentunya sasaran bank adalah orang-orang kaya, bukan orang miskin. Bank harus mengenakan biaya untuk peminjaman, karena bank pun harus membayar ongkos itu untuk bisa memberikan pinjaman. Disini dikenal apa yang disebut modal murni.
            Berikut hubungan riba dengan masalah keuangan, antara lain:
1.      Pandangan islam tentang uang
Islam memandang uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi bukanlah barang dagangan. Didalam ekonomi Islam, uang bukanlah modal,. Sementara ini kita sering salah kaprah menempatkan uang. Uang sering kita sama artikan dengan modal (capital). Uang adalah barang publik (pubic goods). Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow concept maka modal sebagai stock concept. Secara definisi uang adalah benda yang dijadikan sebagi ukuran dan penyimpan nilai semua barang.[4]
Menurut Ibn Taymiyah, uang dalam Islam adalah sebagai alat tukar dan alat ukur nilai. Melalui uang nilai suatu barang akan diketahui, dan mereka tidak menggunakannya untuk diri sendiri atau dikonsumsi. Sedangkian menurut al-Ghazali, uang bagaikan kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi ia dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapiuang dapat merefleksikan semua harga.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi uang adalah sebagai media pertukaran (untuk transaksi), jaga-jaga/investasi, dan satuan hitung untuk pembayaran.
2.      Pandangan Islam tentang nilai waktu
Berkenaan dengan uang, telah disinggung, bahwa dalam ekonomi konvensional timbul pemikiran nilai uang menurut waktu (time value of money). Didalam sistem ekonomi Islam, konsep time value of money tentunya tidak akan terjadi, karena waktu bagi semua orang sama kuantitasnya yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun nilai dari  waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, perbedaannya tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktu. Efektif dan efisien dapat mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras, secara sunnahtullah, ia akan mendapatkan keuntungan dunia.
Dengan demikian, uang itu sendiri sebenarnya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memliki nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang di manfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian dapat diukur dengan istilah atau batasan-batasan ekonomi.[5]
3.      Cara-cara pengembangan uang yang tidak mengandung riba
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Menurut Antonio, Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari defenisi hingga makna masing-masing, yaitu:
a)      Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure ketidak pastian.
b)      Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan kembalinya berupa bunga yang relative pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat keusaha nyata dan produktif. Islam mendorong umatnya untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Oleh karena itu, upaya memutar modal dalam investasi, sehingga mendatangkan return merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan. Oleh karena itu, ajaran tentang mekanisme investasi bagi hasil harus dikembangkan, sehubungan dengan masalah capital dan keahlian.
Ajaran Islam mendorong pemeluknya untuk selalu menginvestasikan tabungannya. Di samping itu, dalam melakukan investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang akan datang. Hasil investasi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi banyak faktor, baik faktor yang dapat diprediksikan maupun yang tidak dapat diprediksikan. Factor-faktor yang dapat dprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah:modal, nisbah yang disepakati,dan berapa kali modal dapat diputar.
Berdasarkan hal di atas, maka dalam mekanisme investasi menurut Islam, persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah tidak dapat diterima. Dengan demikian, prlu diperkirakan bagaimana formula pengganti yang seiring dengan nilai dan jiwa Islam.

4.      Efek pengenaan riba pada pertumbuhan ekonomi
Ukuran kesejahteraan masyarakat menurut Islam adalah dilihat dari berapa banyak kemampuan masyarakat dapat memenuhi kewajiban membayar zakat. Pembayaran zakat pembayaran zakat di samping sebagai ukuran tingkat ketakwaan kaum muslimin terhadap ajaran agamanya juga dapat dijadikan ukuran tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Semakin banyak kaum muslim yang membayar zakat, berarti semkin tinggi tingkat kemakmuran mayarakat tersebut.melalui zakat (waqaf) dapat di capai pemenuhan kebutuhan publik.
Kalau dicermati salah satu ayat al-quran surat al-Baqarah (276) menunjukkan suatu kondisi hubungan terbalik antara infaq, zakat, dengan riba. Allah menegaskan dalam ayat tersebut “Allah menghapuskan riba dan menyuburkan sedekah”. Ayat ini mengindikasikan impikasi fungsi hubngan terbalik dari dua variable dapat dilukiskan sebagai berikut:
Infak = f (Riba)
Fungsi ini menunjukkan semakin besar riba, semakin kecil infak; sebaliknya semakin besar infak, semakin kecil riba. Dalam suatu masyarakat dimana riba telah begitu merajalela, maka tingkat infaknya akan kecil, bahkan kadng kala berusaha menghindar untuk membayar zakat yang memang merupakan kewajibanya.
Pada akhirnya riba akan memperburuk perekonomian secara makro, yang kemudian akan memmpengaruhi para pelaku ekonomi tingkat mikro. Secara teori return yang diterima dari praktik riba secara jangkapanjang akan menghadapi risiko inflasi. Secara individu bunga menyebabkan kekayaan (pemodal) meningkat (pengkayaan), namun secara kolektif (akibat inflasi) yang terjadi adalah pemiskinan.

F.     Bunga Bank dan Riba
            Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam. Sedangkan menurut Ibnu Al Arabi, yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
            Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional pihak pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima pihak pinjaman kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut.
            Secara ekonomi, bunga dapat dijelaskan sebagai suatu tambahan yang digolongkan sebagai riba. Perhatikan kasus berikut ini:
Pada tanggal 1 Mei 2012, bapak Johanes membuka seposito sebesar Rp10.000.000, jangka waktu satu bulan, dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang diperoleh pada saat jatuh tempo ?
Rumus:
Bunga harian = pokok dana x hari alam satu bulan x bunga/hari satu tahun
Jawab:
                 Bunga yang diperoleh bapak Johanes adalah:
                 Rp. 10.000.000 x 31 hari x 9% / 365 hari = Rp. 76.438
            Dari kasus tersebut, jelas bahwa uang pak Johanes sebesar Rp10.000.000 yang didepositokan di bank dapat dipastikan akan mendapatkan bunga sebesar Rp. 76.438, padahal uang sebesar Rp10.000.000 tersebut bisa jadi mendapat hasil diatas atau dibawah Rp. 76.438. jika hasil pemanfaatannya lebih tinggi atau lebih rendah daripada Rp. 76.438 pemilik dana tetap mendapatkan Rp. 76.438. dengan demikian jika hasilnya diatas bunga yang diberikan berarti pemanfaat dana telah men-dholim-i pemilik dana. Namun, jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari bunga yang diberikan, berarti pemanfaat dana telah men-dholim-i..

BAB III
PENUTUP

            Persoalan riba telah ada sejak orang mulai berbicara tentang hubungan perdagangan dan keuangan. Riba adalah tambahan yang dilakukan secara bathiil, sangat mempengaruhi pelakunya dalam sisiekonomi dan social. Secara ekonomi, riba dapat menimbulkan inflasi ekonomi, sebagai akibat dari bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga yangakan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainya adalah bahwa utang dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga uang tersebut dibungakan.
            Dari sisi kemasyarakatan, riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memperhatikan orang lain agar berusaha dan menggembalikan lebih dari jumlah yang dipinjamkanya.



Daftar Pustaka

Antonio,M.syafi’I,2000, Bank syariah : suatu pengenalan Umun, Edisi Khusus, Jakarta : Tazkia Institue

Karnain,perwataamadja.1997. ,Apakah Bunga Sama dengan Riba ,Kertas kerja seminar Ekonomi islam jakarta :lp Pbs 1997

Muhamad.2014.Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN






[2] Karnaen Perwataatmadja, membumikan Ekonomi Islam ,Jakarta : usaha kita, 1997.
[3] Karnain perwataamadja ,”Apakah Bunga Sama dengan Riba ,Kertas kerja seminar Ekonomi islam jakarta :lp Pbs 1997
[4] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), hal. 143.
[5] Ibid., hal. 145-146.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar