MAKALAH
RIBA DAN
IMPLIKASINYA DALAM KEUANGAN SYARIAH
Diajukan untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah
“Manajemen
Keuangan Syariah”
Dosen Pengampu
Alindra Yanuardi

Di susun oleh:
Ika Oktavia Alfy Nizami (
2824133041 )
Muhammad Saropi ( 2824133081 )
EKONOMI
SYARIAH IV C
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
2015/2016
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam
pembahasan ini mengenai riba dikalangan islam memuat kembali, sehingga upaya
untuk melakukan usaha yang bertujuan menghindari persoalan riba mulai
dilaksanakan. Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya didunia islam.
Oleh karenanya, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas islam. Orang
sering lupa bahwa hokum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang
muslim amerika, Cyril, glase, dalam buku ensiklopedinya orang tidak mengetahui
bahwa dunia kristenpun, selama satu melenium, riba adalah barang terlarang
dalam pandangan teolog, cendikiawan maupun menurut undang-undang yang ada.
Disisi
lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktik riba yang menambah ke
berbagai Negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa
melakukan pengaturan untuk bisnis pembungaan uang.
2. Rumusan Masalah
a. Mengapa Riba dilarang ?
b. Bagaiman sejarah Riba ?
c. Apa pengertian Bunga dan Riba ?
d. Apa saja jenis-jenis riba dan apa
hukumnya ?
e. Bagaimana riba dan masalah dalam
keuangan ?
f. Apakah bunga bank sama saja dsengan riba
?
3. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui Mengapa Riba dilarang
b. Untuk mengetahui sejarah Riba
c. Untuk mengetahui pengertian bunga dan
Bunga
d. Untuk mengetahui saja jenis-jenis riba
dan apa hukumnya
e. Untuk mengetahui riba dan masalah dalam
keuangan
f. Untuk mengetahui bunga bank sama saja
dsengan riba
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MENGAPA RIBA DI LARANG?
Pengamalan riba mengakibatkan seseorang menjadi
rakus ,bakhil,terlampau cermat,dan mementingkan diri sendiri. Melahirkan
perasaan benci ,marah, bermusuhan dan
dengki dalam diri orang yang membayar riba .
Bunga uang
juga disebut dengan intrest , unsure utama yang di larang oleh islam
ialah bunga yakni riba , islam menggap bahwa riba sebagai unsur buruk yang
merusak masyarakat ekonomi ,social maupun moral , oleh karena itu al quran
melarang umat islam memberi atau memakan riba .[2]
Allah telah menurunkan larangan riba secara bertahap
untuk mengurangi kesengasaran masyarakat:
1. Perintah awal dari Allah sekedar
mengingat kan manusia bahwa riba itu tidak akan menambah kekayaan individu
maupun Negara, sebaliknya akan mengurangi kekayaan.(ar rum:39)
2. Perintah kedua melarang uamat islam di
larang mengambil bunga sekiranya mereka menginkan kebahagian yang hakiki,
ketengan pikiran dan kejayaan hidup ( an nisaa:160. 1)
3. Peraturan pertama melarang manusia memakan
riba, selain itu jaga ayat ini juga menjelaskan bahwa sifat umum riba adalah
berlipat ganda(ali imran :130)
4. Seterusnya setengaya orang mulanya
mencampura dukan jual beli dengan kegiatan riba.
B.
SEJARAH RIBA
Para ulama fiqih mulai membicarakan tenteng riba ,
jika mereka macam persoalan muammalah , banyak ayat –ayat alquran yang
membicarakan riba sesuai dengan periode larangn ,sampai akhirya dating larangan
secara tegas pada akhir periode penepatan hukum riba.
Namun orang yahudi menggap bahwa riba itu hanyalah
terlarang kalau di kalangan -kalangan sesama yahudi , tetapi tidak dilarang bagi
kalangan non yahudi , hal tersbut terdapat dalam kitab ayat 19 pasal 23 :janganlah
kau membungakan kepada saudaramu baik uang atau bahan makanan, ataupun yang
dapat di bungakan.[3]
Namun islam mengangap bahwa ketetapan – ketetapan
yang mengharamkan riba yang hanya berlaku pada golongan tertentu ,sebagaimana
tercantum dalam lama merupakan ketatapan yang sudah di palsukan . sebab riba
ini di haramkan bagi siapa saja dan terhadap siapa saja , sebab tindakan ini
adalah dholim dank e dhliman ini di larang kepada siapapun tanpa pandang bulu.
Kajian tentang riba di dalam pandangan islam telah
jelas dinytakan dalam alquran (2:278) larangan tersebut di latar belakangi
suatu peristiwa atau asbabun nuzulnya. Dari peristiwa ini jelas bahwa setelah
datanganya hukum yang tidak memperbolehkanya praktik riba , baik dalam bentuk
besar maupun kecil maka peraktik tersebut segera harus berhenti dan dinyatakan
telah berakhir .
Dengan demikian ketetapan ayat tersebut tidak hanya
terbatas haramya riba dalam kredit konsumtif
jika kita telah mengetahuinya bahwa sebagian besar kredit yang
dikeluarkan pada waktu itu bersifat produktif.
C.
PENGERTIAN BUNGA DAN RIBA
Secara leksikal , bunga sebagai terjemahan dara kata
intrest . seacara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan
bahwa intrsest is charge for a financial loan,usually a percentega of the mount
loaned : bunga adalah tanguugun pada pinjaman uang yang biasanya yang biasanya
dinyatakan dengan prents dari uang yang di pinjamkan.
Kata riba , yaitu ziyadah berati bertumbuh menambah
atau berlebiahan . Al riba dan Al rima maka asalnya ialah adalah tambahan
,tumbuh , dan subur , adapun pengertia tambahan dalam konteks riba ialah
tambahan uang atas modal yang di peroleh dengan cara yang tidak di benarkan
sesui dengan syariah islam .
Riba menurut para ulama fiqih mendefinisikan riba
dengan istilah : kelebiahan harta dalam suatu muuamalah dengan tidak ada imbalan / gantinya
.aktivitas semacam ini berlaku luas diakalagan masyarakat yahudi sebelum
datanganya islam ,sehinga masyarakat arab pun sebelum dan pada masa awal islam
melakukan muaamalah dengan cara tersebut .
Apabila kita di dasarkan pada pengertian riba yang
tercantum dalam surat ar rum ayat 39, ayat ini hanya sebagai ancang _ancang
Allah di dalam menerapa kan hukum larangan riba pada ayat yang di turunkan
kemudianya. Beradasakan ayat diatas selanjutya Allah menurunka ayat yang
melarang tegas terhadap kegiatan riba yang di dalamya mengandung 3
pengertian.
1. Transaksi jual beli (bay) itu sama
dengan riba.
2. Perdangan itu di perbolehkan sedangakan
riba itu di larang.
3. Mereka yang sudah mendengarkan ayat
tentang larangan riba segera harus berhenti tanpa menembalikan riba yang sudah
terlanjur di tarik.
D.
JENIS- JENIS RIBA DAN HUKUMYA
Ulama fiqih sebagaimana di jelaskan oleh Abu sura’i
Abdul Hadi (1993) membagi riba menjadi 2
macam yaitu riba fadl dan riba nasiah .
1. Riba fadl adalah riba yang berlaku dalam jual beli yang di
difinisikan oleh para ulama fiqih dengan kelebihan pada salah satu harta
sejenis yang di perjual belikan dengan
ukuran syara’ adalah timbangan atau ukuran tertentu
2. Riba nasiah adalah riba kelebihan atas
piutang yang di beriakan orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu
yang di sepakati jatuh tempo , apabila waktu jatuh tempo sudah tiba ternyata
orang yang ber hutang tidak sanggup
membayar utang dan kelebihanya maka waktunya bisa di perpanjang dan jumlah
utang bertambah pula.
Akhiranya ada perbedaan pendapat tentang kedua riba
tersebut di kalangan para ulama fiqih . menurut madzab hanafi dalam salah satu
riwayat dari imam Ahmad bin Hambal riba fadl ini hanya berlaku dalam timbangan
atau takaran harta yang sejenis , bukan terhadap nilai harta , apabila yang
dijadikan ukuran adalah nilai harta ,maka kelebihan yang terjadi tidak termasuk
riba fadl.
Barang ribawi
|
Non ribawi atau
ribawi berbeda
|
|
Barang Ribawi
|
1. Sama kualitas
2. Sama kuantitas
3. kontan
|
1.
Boleh bebeda kualitas
2.
Beda kuantitas
3 .
Tetapi konten
|
Barang non ribawi
|
1. Boleh beda kuatitas
2. Boleh berbeda kuantitas
3. Tetapi kontan
|
1. Boleh beda kualitas
2. Beda kuantitas
3. Tetapi konten
|
Sementara itu madzab maliki dan syafii
berpendirianya bahwa ilat keharamnya riba fadl pada emas dan perak adalah di
sebabab kan keduanya merupakan harga dari sesuatu , baik emas dan perak itu
telah terbentuk , oleh sebab itu apapun bentuknya emas atau perak apabila
sejenis tidak boleh di perjual belikan.
Berdasarkan kepada alquran dan al sunnah dan ijma
para ulama dari dua jenis riba yang di terapkan di atas dapat dianalisis dari akarnya_akarnya .
istilah nasiah berakar dari kata nasa’a yang berate penagguhan , penundaan,
tungu, pada waktu yang diizamkan bagi peminjam untuk membayar kembali utang
tersebut ‘ tambahan’ atau ‘ premi’ dengan demikian riba nasia’ah mengacu pada
bunga atas pinjaman . inilah yang dinyatakaan Nabi SAW. Tidak ada riba kecuali
nasia’ah.
Pelarangan riba nasia’ah mempunyai pengertian bahwa
keuntugan positif atas uang yang harus di kembalikan atas suatu pinjaman atas
suatu imbalan.
Larangan riba fadl dengan demikian di maksudkan
untuk meyakinkan adanya keadadilan dan menghilangkan semua bentuk exploitasi
melalui tukar menukar barang yang tidak adil serta menutup semua pintu belakang
bagi riba , karena dalam syariat islam segala sesuatu yang menjadi sarana begi
terjadinya pelangaran juga termasuk pelanggaran itu sendiri. Nabi Muhammad SAW menyamakan
riba dengan menipu orang bodoh agar memebeli barangya dan menerangkan sistem
ijon secara sia _sia dengan bantuan agen . hal ini mengandung arti bahwa
tambahan uang yang di peroleh dengan cara expoloitas dan penipuan seperti tidak
lain kecuali riba al fadl.
E. Riba dan Masalah Keuangan
Evolusi konsep riba ke bunga tidak
lepas dari perkembangan lembaga keuangan. Lembaga keuangan timbul, karena
kebutuhan modal untuk membiayai industri dan perdagangan. Modalnya terutama
dari kaum pedagang. Oleh karena, pada waktu itu para bankir umumnya berasal
dari pedagang.
Dalam menjalankan bisnis, para
pedagang, pengusaha selalu membutuhkan modal. Bisnis kecil-kecilan biasanya
pelakunya dapat mengatasi modal sendiri. Jika bisnis menunjukkan pada hal
perkembangan yang besar, dan untuk mengembangkan usahanya itu perlu modal yang
sangat besar. Dalam hal ini harus dicarikan dari sumber lainnya. Tetapi siapa
yang mau meminjamkan uangnya dengan cuma-cuma, apalagi dalam jumlah besar ?
dari sinilah timbul keperluan bank sebagai perantara antara mereka yang
membutuhkan kredit dengan mereka yang memiliki surplus modal. Dalam hal ini
bank tidak memandang untuk keperluan konsumsi, produksi, perdagangan, atau
jasa, tetapi umumnya pinjaman diarahkan pada kegiatan usaha. Dan tentunya
sasaran bank adalah orang-orang kaya, bukan orang miskin. Bank harus mengenakan
biaya untuk peminjaman, karena bank pun harus membayar ongkos itu untuk bisa
memberikan pinjaman. Disini dikenal apa yang disebut modal murni.
Berikut hubungan riba dengan masalah
keuangan, antara lain:
1. Pandangan islam tentang uang
Islam memandang uang sebagai sarana
penukar dan penyimpan nilai, tetapi bukanlah barang dagangan. Didalam ekonomi
Islam, uang bukanlah modal,. Sementara ini kita sering salah kaprah menempatkan
uang. Uang sering kita sama artikan dengan modal (capital). Uang adalah
barang publik (pubic goods). Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi
semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara modal
adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow
concept maka modal sebagai stock concept. Secara definisi uang
adalah benda yang dijadikan sebagi ukuran dan penyimpan nilai semua barang.[4]
Menurut Ibn Taymiyah, uang dalam Islam
adalah sebagai alat tukar dan alat ukur nilai. Melalui uang nilai suatu barang
akan diketahui, dan mereka tidak menggunakannya untuk diri sendiri atau
dikonsumsi. Sedangkian menurut al-Ghazali, uang bagaikan kaca, kaca tidak
memiliki warna, tetapi ia dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki
harga, tetapiuang dapat merefleksikan semua harga.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi uang
adalah sebagai media pertukaran (untuk transaksi), jaga-jaga/investasi, dan
satuan hitung untuk pembayaran.
2. Pandangan Islam tentang nilai waktu
Berkenaan dengan uang, telah disinggung,
bahwa dalam ekonomi konvensional timbul pemikiran nilai uang menurut waktu (time
value of money). Didalam sistem ekonomi Islam, konsep time value of
money tentunya tidak akan terjadi, karena waktu bagi semua orang sama
kuantitasnya yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun nilai
dari waktu itu akan berbeda dari satu
orang dengan orang lainnya, perbedaannya tergantung pada bagaimana seseorang
memanfaatkan waktu. Efektif dan efisien dapat mendatangkan keuntungan di dunia
bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa
memandang suku, agama, dan ras, secara sunnahtullah, ia akan mendapatkan
keuntungan dunia.
Dengan demikian, uang itu sendiri
sebenarnya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memliki nilai
ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang di manfaatkan secara baik.
Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian dapat diukur dengan istilah
atau batasan-batasan ekonomi.[5]
3. Cara-cara pengembangan uang yang tidak
mengandung riba
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan
membungakan uang. Menurut Antonio, Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari
defenisi hingga makna masing-masing, yaitu:
a) Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko
karena berhadapan dengan unsure ketidak pastian.
b) Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang
mengandung resiko karena perolehan kembalinya berupa bunga yang relative pasti
dan tetap.
Islam mendorong masyarakat keusaha nyata dan
produktif. Islam mendorong umatnya untuk melakukan investasi dan melarang
membungakan uang. Oleh karena itu, upaya memutar modal dalam investasi,
sehingga mendatangkan return merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan.
Oleh karena itu, ajaran tentang mekanisme investasi bagi hasil harus dikembangkan,
sehubungan dengan masalah capital dan keahlian.
Ajaran Islam mendorong pemeluknya untuk selalu
menginvestasikan tabungannya. Di samping itu, dalam melakukan investasi tidak
menuntut secara pasti akan hasil yang akan datang. Hasil investasi dimasa yang
akan datang sangat dipengaruhi banyak faktor, baik faktor yang dapat
diprediksikan maupun yang tidak dapat diprediksikan. Factor-faktor yang dapat
dprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah:modal, nisbah yang disepakati,dan
berapa kali modal dapat diputar.
Berdasarkan hal di atas, maka dalam mekanisme
investasi menurut Islam, persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam
bentuk bunga adalah tidak dapat diterima. Dengan demikian, prlu diperkirakan
bagaimana formula pengganti yang seiring dengan nilai dan jiwa Islam.
4. Efek pengenaan riba pada pertumbuhan ekonomi
Ukuran kesejahteraan masyarakat menurut
Islam adalah dilihat dari berapa banyak kemampuan masyarakat dapat memenuhi
kewajiban membayar zakat. Pembayaran zakat pembayaran zakat di samping sebagai
ukuran tingkat ketakwaan kaum muslimin terhadap ajaran agamanya juga dapat
dijadikan ukuran tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Semakin banyak kaum
muslim yang membayar zakat, berarti semkin tinggi tingkat kemakmuran mayarakat
tersebut.melalui zakat (waqaf) dapat di capai pemenuhan kebutuhan publik.
Kalau dicermati salah satu ayat al-quran
surat al-Baqarah (276) menunjukkan suatu kondisi hubungan terbalik antara
infaq, zakat, dengan riba. Allah menegaskan dalam ayat tersebut “Allah
menghapuskan riba dan menyuburkan sedekah”. Ayat ini mengindikasikan
impikasi fungsi hubngan terbalik dari dua variable dapat dilukiskan sebagai
berikut:
Infak = f (Riba)
Fungsi ini menunjukkan semakin besar
riba, semakin kecil infak; sebaliknya semakin besar infak, semakin kecil riba.
Dalam suatu masyarakat dimana riba telah begitu merajalela, maka tingkat
infaknya akan kecil, bahkan kadng kala berusaha menghindar untuk membayar zakat
yang memang merupakan kewajibanya.
Pada akhirnya riba akan memperburuk
perekonomian secara makro, yang kemudian akan memmpengaruhi para pelaku ekonomi
tingkat mikro. Secara teori return yang diterima dari praktik riba secara
jangkapanjang akan menghadapi risiko inflasi. Secara individu bunga menyebabkan
kekayaan (pemodal) meningkat (pengkayaan), namun secara kolektif (akibat
inflasi) yang terjadi adalah pemiskinan.
F. Bunga Bank dan Riba
Ada beberapa pendapat dalam
menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam
meminjam. Sedangkan menurut Ibnu Al Arabi, yang dimaksud riba dalam ayat
Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi
pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
Dalam transaksi simpan pinjam dana,
secara konvensional pihak pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk
bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima pihak pinjaman kecuali
kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut.
Secara ekonomi, bunga dapat
dijelaskan sebagai suatu tambahan yang digolongkan sebagai riba. Perhatikan
kasus berikut ini:
Pada
tanggal 1 Mei 2012, bapak Johanes membuka seposito sebesar Rp10.000.000, jangka
waktu satu bulan, dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang diperoleh pada
saat jatuh tempo ?
Rumus:
Bunga
harian = pokok dana x hari alam satu bulan x bunga/hari satu tahun
Jawab:
Bunga yang diperoleh bapak
Johanes adalah:
Rp. 10.000.000 x 31 hari x 9% /
365 hari = Rp. 76.438
Dari kasus tersebut, jelas bahwa
uang pak Johanes sebesar Rp10.000.000 yang didepositokan di bank dapat
dipastikan akan mendapatkan bunga sebesar Rp. 76.438, padahal uang sebesar
Rp10.000.000 tersebut bisa jadi mendapat hasil diatas atau dibawah Rp. 76.438.
jika hasil pemanfaatannya lebih tinggi atau lebih rendah daripada Rp. 76.438
pemilik dana tetap mendapatkan Rp. 76.438. dengan demikian jika hasilnya diatas
bunga yang diberikan berarti pemanfaat dana telah men-dholim-i pemilik dana.
Namun, jika hasil yang diperoleh lebih kecil dari bunga yang diberikan, berarti
pemanfaat dana telah men-dholim-i..
BAB
III
PENUTUP
Persoalan
riba telah ada sejak orang mulai berbicara tentang hubungan perdagangan dan
keuangan. Riba adalah tambahan yang dilakukan secara bathiil, sangat
mempengaruhi pelakunya dalam sisiekonomi dan social. Secara ekonomi, riba dapat
menimbulkan inflasi ekonomi, sebagai akibat dari bunga sebagai biaya uang. Hal
tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga.
Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga yangakan ditetapkan pada suatu
barang. Dampak lainya adalah bahwa utang dengan rendahnya tingkat penerimaan
peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah
keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga uang tersebut dibungakan.
Dari
sisi kemasyarakatan, riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil.
Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memperhatikan orang lain agar
berusaha dan menggembalikan lebih dari jumlah yang dipinjamkanya.
Daftar
Pustaka
Antonio,M.syafi’I,2000,
Bank syariah : suatu pengenalan Umun, Edisi Khusus, Jakarta : Tazkia Institue
Karnain,perwataamadja.1997. ,Apakah
Bunga Sama dengan Riba ,Kertas kerja seminar Ekonomi islam jakarta :lp Pbs 1997
Muhamad.2014.Manajemen
Keuangan Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN
[2] Karnaen Perwataatmadja, membumikan
Ekonomi Islam ,Jakarta : usaha kita, 1997.
[3] Karnain perwataamadja ,”Apakah Bunga Sama dengan Riba ,Kertas kerja
seminar Ekonomi islam jakarta :lp Pbs 1997
[4] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM
YKPN, 2014), hal. 143.
[5] Ibid., hal. 145-146.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar